Rabu, 13 Maret 2013

perangkap walang sangit


PRAKTIKUM IV

Judul               : PERANGKAP WALANG SANGIT
Tanggal           : 6 mei 2012
Alat                 :  Adapun alat yang digunakan dalam praktikum antara lain :
1.   Kayu
2.   Triplek
3.   Palu
4.   Gergaji
5.   Kamera
6.   Lem tikus
Bahan             : Adapun alat yang digunakan dalam praktikum antara lain :
1.   Bangkai udang
Cara Kerja    : Adapun cara kerja pada praktikum ini antara lain :
1.   Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.   Di potong kayu dan trpilek dengan ukuran yang ditentukan, kemudian dilekatkan dengan paku.
3.   Ditancapkan triplek tersebut kearea persawahan.
4.   Diolesi triplek dengan lem tikus, lalu diletakkan bangkai udang diatasnya.
5.   Diamati selama 2 jam, hewan apa saja yang terperangkap dan kemudian dicatat hasi pengamatannya.

Tinjauan Pustaka :
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan. Pengertian tentang PHT adalah perpaduan beberapa teknik pengendalian hama, dan juga dalam penerapannya. PHT timbul karena karena manusia cenderung untuk menghabiskan makhluk-makhluk yang dirasakan sangat merugikan (misal belalang, tikus, walang sangit, tikus dan lain-lain) dengan menggunakan racun-racun yang membahayakan semua kehidupan. . Salah satu hama yang banyak menyerang tanaman padi adalah walang sangit (Leptocorisa acuta) (Mardikanto, 1993).
Walang sangit (L. oratorius L) adalah hama yang menyerang tanaman padi setelah berbunga dengan cara menghisap cairan bulir padi menyebabkan bulir padi menjadi hampa atau pengisiannya tidak sempurna. Penyebaran hama ini cukup luas. Di Indonesia walang sangit merupakan hama potensial yang pada waktu-waktu tertentu menjadi hama penting dan dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 50%. Diduga bahwa populasi 100.000 ekor per hektar dapat menurunkan hasil sampai 25%. Hasil penelitian menunjukkan populasi walang sangit 5 ekor per 9 rumpun padi akan menurunkan hasil 15%. Hubungan antara kepadatan populasi walang sangit dengan penurunan hasil menunjukkan bahwa  serangan satu ekor walang sangit per malai dalam satu minggu dapat menurunkan hasil 27% Kwalitas gabah (beras) sangat dipengaruhi serangan walang sangit. Diantaranya menyebabkan meningkatnya Grain dis-coloration. Sehingga serangan walang sangit disamping secara langsung menurunkan hasil, secara tidak langsung juga sangat menurunkan kwalitas gabah (Baeheki, 1992).
Di lahan areal sawah petani dalam mengendalikan hama khususnya walang sangit menggunaan perangkap yaitu dari bahan udang yang dibusukkan. Dengan cara pengendalian tersebut intensitas kerusakan walang sangit dapat ditekan. Hasil pengamatan dilapang menunjukkan bahwa pengendalian dengan menggunakan perangkap bau busuk (udang) tersebut cukup efektif dibandingkan pengendalian lainnya  dalam  mengendalikan hama walang sangit. Adapun fungsi dari penggunakan perangkap dari bahan udang yang dibusukkan tersebut adalah untuk mengalihkan perhatian dari walang sangit  tersebut  karena dengan perangkap tersebut  walang sangit lebih  tertarik  berkunjung  ketempat  perangkap tersebut dibandingkan pada bulir padi. Pengandalian hama walang sangit dengan cara perangkap busuk tersebut yang dipasang ditepi-tepi sawah dengan jarak antar perangkap 10-15 m tersebut cukup efektif perangkap bau  busuk tersebut untuk makan dan mengisap cairannya. Walang sangit lebih tertarik kepada bau-bauan tersebut dibandingkan makan pada padi yang sedang berbunga sampai  matang susu (Borror, 1992).
Menurut Sunjaya (1970) banyak diantara jenis-jenis serangga tertarik oleh bau-bauan dipancarkan oleh bagian tanaman yaitu bunga, buah atau benda lainnya. Zat yang berbau tersebut pada hakekatnya adalah senyawa kimia yang mudah menguap seperti pada perangkan bau busuk tersebut. Dengan demikian intensitas kerusakan  bulir/biji  padi dapat  dihindari dengan cara perangkap bau tersebut. Dilihat dari lingkungan tidak mempengaruhi terutama keberadaan musuh alami (predator dan parasitoid) di lahan lebak tersebut. Dari hasil pengamatan terhadap musuh alami populasi predator jenis  laba-laba, kumbang karabit dan belalang minyak dan jenis parasitoid lainnya populasi cukup tinggi. Dan ada pula cara lain yaitu dengan menggunakan  obor dan asap tetapi hasilnya  kurang memuaskan, karena cara tersebut selain dapat menarik walang sangit tetapi juga dapat menarik serangga-serangga lain terutama jenis musuh alaminya ikut terbunuh. Adapun cara perangkap bau busuk tersebut bukan mematikan hama walang sangit tetapi, hanya mengalihkan perhatian sehingga dapat menghindari serangan hama tersebut pada padi.
Pengendalian Serangan walang sangit dapat dikendalikan dengan berbagai cara misalnya melakukan penanaman serempak pada  suatu daerah yang luas sehingga koloni walang sangit tidak terkonsentrasi di satu tempat sekaligus menghindari kerusakan yang berat. Pada awal fase generstif dianjurkan untuk menanggulangi walang sangit dengan  perangkap  dari tumbuhan rawa Limnophila sp., Ceratophyllum sp., Lycopodium sp. dan bangkai hewan : kodok, kepiting, udang dan sebagainya. Walang sangit yang tertangkap lalu dibakar. Parasit telur walang sangit yang utama  adalah Gryon  nixoni dan  parasit telur lainnya adalah Ooencyrtus malayensis (Baeheki, 1992).
Walang sangit dapat tertarik pada bau-bau tertentu seperti bangkai dan kotoran binatang, beberapa jenis rumput seperti Ceratophyllum dermesum L, C. Submersum  L, Lycopodium carinatum  D, dan Limnophila spp. Apabila walang sangit sudah terpusat pada tanaman perangkap, selanjutnya dapat diberantas secara mekanik atau kimiawi (Natawigena, 1990).
 Pengendalian kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida yang dianjurkan dan aplikasinya didasarkan pada hasil pengamatan. Apabila terdapat dua ekor walang sangit per meter persegi (16 rumpun) saat padi berbunga serempak sampai masaka susu, saat itulah dilakukan penyemprotan. Walang sangit dewasa dapat dikendalikan dengan insektisida monokrotofos. Insektisida yang efektif terhadap walang sangit adalah  BPMC dan MICP. Pengendalian secara biologi dengan beberapa penelitian telah dilakukan terutama pemanfaatan parasitoid dan jamur masih skala rumah kasa atau semi lapang.  Parasitoid yang mulai  diteliti adalah O. malayensis  sedangkan jenis jamurnya adalan Beauveria sp dan Metharizum sp  (Harahap dan Tjahyono, 1997).
Menurut Baeheki (1992) Hama ini dapat dikendalikan melalui beberapa langkah, yaitu:
·       Mengendalikan gulma, baik yang ada di sawah maupun yang ada disekitar pertanaman.
·       Meratakan lahan dengan baik dan memupuk tanaman secara merata agar tanaman tumbuh seragam.
·       Menangkap walang sangit dengan menggunakan jarring sebelum stadia pembungaan.
·       Mengumpan walang sangit dengan ikan yang sudah busuk, daging yang sudah rusak, atau dengan kotoran ayam.
·       Menggunakan insektisida bila diperlukan dan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari ketika walang sangit berada di kanopi.

Hasil dan Pembahasan         :
1.    Hasil
Gambar hasil pengamatan
Hama yang terperangkap
Keterangan







Hama walang sangit tidak ada yang terperangkap pada perangkap yang kami pasang, tetapi ada hama lain yang terperangkap pada perangkap yang dipasang dipetakan persawahan yaitu: Hama belalang.


2.    Pembahasan
           Dari hasil praktikum tentang perangkap walang sangit yang menggunakan bangkai udang dinyatakan gagal namun didapatkan serangga lain yaitu satu belalang yang terperangkap, sedangkan pada kelompok lain tidak hanya belalang tapi ada juga serangga lain yang terperangkap seperti lalat, nyamuk,  belalang,  semut  dan lain-lain. Praktikum ini dilakukan pada pengamatan yang terbatas yaitu waktu  pengamatan sekitar 2 jam pada tanaman padi yang masih berumur muda atau belum menghasilkan buah, jadi hasil yang kami dapatkan banyak ditemui seperti hama belalang dan jenis lalat yang ada disekitar areal sawah, sedangkan walang sangitnya tidak terlihat atau terperangkap.  Seperti yang diungkapkan Mudjiono (1991) Walang sangit (L. oratorius L) adalah hama yang menyerang tanaman padi setelah berbunga dengan cara menghisap cairan bulir padi menyebabkan bulir padi menjadi hampa atau pengisiannya tidak sempurna. Pada masa tidak ada pertanaman padi atau tanaman padi masih stadia vegetatif, dewasa walang sangit bertahan hidup/berlindung pada barbagai tanaman yang terdapat pada sekitar sawah. Setelah tanaman padi berbunga dewasa walang sangit pindah ke pertanaman padi dan berkembang biak satu generasi sebelum tanaman padi tersebut dipanen. Banyaknya generasi dalam satu hamparan pertanaman padi tergantung dari lamanya dan banyaknya interval tanam padi pada hamparan tersebut. Makin serempak tanam makin sedikit jumlah generasi perkembangan hama walang sangit.
Menurut Maspary (1990) ada hal yang perlu diperhatikan tentang hama walang sangit ini, yaitu bahwa hama ini memakan inangnya dengan cara menghisap. Walang sangit  menjadi hama pada tanaman padi ketika dia menghisap cairan yang berada di bulir padi. Oleh karena itu walang sangit akan menjadi hama ketika menyerang padi yang telah mulai masuk pada fase pengisian bulir. Lebih jelasnya bahwa walaupun ada walang sangit pada tanaman padi kita tetapi jika tanaman padi tersebut tidak dalam fase pengisian bulir maka walang sangit tersebut bukanlah hama dan tidak perlu kita kendalikan.
Hasil yang kami dapat yaitu belalang.  Seperti yang diungkapkan Moenandir (1990) Belalang merupakan spesies subtropis yang hidup mengelompok, yang berkembang biak dengan cepat pada awal musim hujan. Satu kawanan serangga jenis ini mampu menyerang 1200 kilometer persegi dalam satu  waktu dan setiap kilometer  perseginya  mencapai 40-80 juta belalang.  Belalang hidup bersendirian sehingga hujan turun. Hujan mengakibatkan tumbuhan tumbuh dan menggalakkan penghasilan telur yang telah dihasilkan dalam tanah berpasir. Tumbuhan baru ini menghasilkan makanan untuk belalang yang baru menetas dan memberikan mereka perlindungan sehingga mereka membesar menjadi serangga dewasa bersayap. Apabila tumbuhan tersebar dalam cara tertentu sehingga belalang terpaksa berkumpul untuk makan, dan terdapat hujan yang cukup untuk kebanyakan telur menetas, memaksa hubungan fizikal antara kaki belakang serangga bersentuhan sesama sendiri. Ini mengakibatkan peningkatan kadar metabolik dan perubahan tingkah-laku yang mengakibatkan perubahan serangga dari tingkah-laku bersendirian kepada tingkah-laku berkelompok (gregarious ). Apabila belalang menjadi berkelompok mereka bertukar warna dari hijau kepada hitam dan kuning, badan mereka berubah menjadi pendek, dan mereka menghasilkan hormon yang menyebabkan kesemua mereka berkumpul pada satu kawasan, dan menggalakkan pembentukan kawanan (Mudjiono, 1991).

Belalang menyerang tanaman padi pada bagian daun yang masih muda berumur 45 hari pada fase vegetatif. Alat mulut pada belalang menggigit dan mengunyah dicirikan dengan adanya mandibula yang berfungsi untuk memotong bahan makanan dan bersama bagian lain digunakan untuk mengunyah makanan. Pada bagian tanaman padi yang diserang hama belalang akan ditandai bekas gigitan dan pertumbuhan menjadi terhambat. Mikrohabitat belalang terdapat pada bagian daun dari tanaman padi yang masih muda (Borror, 1992).
Walang  sangit adalah salah satu hama utama padi. Hama ini biasanya tertarik pada nyala obor atau lampu. Selain itu, walang sangit juga menyukai bangkai binatang seperti bangkai burung, ketam,  tikus dan udang. Keberadaannya dapat diketahui dengan adanya bau khas yang tersebar. Pengendalian walang sangit ini dilakukan secara mekanis yaitu dengan menggunakan perangkap. Walang sangit juga dapat menyerang sorgum, tebu, dan gandum. Serangga ini aktif pada pagi dan sore hari, dan dapat terbang sangat jauh pada malam hari (Natawigena, 1990).
Seperti yang diungkapkan Baehaki (1992) Sebelum tanaman padi ditanam atau  pada saat padi dalam masa vegetatif, imago dapat bertahan hidup pada gulma dan tumbuhan yang ada disekitar sawah. Imago walang sangit  baru mulai pindah setelah tanaman padi berbunga. Nimfa dan imago menghisap bulir padi pada fase matang susu. Serangga ini juga dapat menghisap cairan batang padi. Tidak seperti kepik lain, walang sangit tidak melubangi bulir padi pada waktu menghisap, tetapi menusuk melalui rongga di antara lemma dan palea. Nimfa lebih aktif dari pada imago, tetapi imago dapat merusak lebih hebat karena hidupnya yang lebih lama.
Hilangnya cairan biji menyebabkan biji padi menjadi mengecil tetapi jarang yang menjadi hampa karena walang sangit tidak dapat mengosongkan seluruh isi biji yang sedang tumbuh. Jika bulir yang matang susu tidak tersedia, walang sangit juga masih dapat menyerang atau menghisap bulir padi yang mulai mengeras dengan cara mengeluarkan enzim yang dapat mencerna karbohidrat. Dalam prosesnya walang sangit mengkontaminasi biji dengan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan biji berubah warna dan rapuh. Kerusakan dalam fase ini lebih bersifat kualitatif. Pada proses penggilingan, bulir-bulir padi akan rapuh dan mudah patah. Walang sangit juga bisa menjadi vektor patogen  Helminthosporium oryzae (Rismunandar, 2003).
Menurut Rukmana dan Sugandi (1997) kehidupan dan perkembangan serangga hama tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor, meliputi faktor dalam yang dimiliki jenis serangga itu sendiri dan faktor luar yaitu kondisi lingkungan tempat serangga hama melakukan aktivitasnya. Faktor dalam kondisi lingkungan meliputi kemampuan berkembang biak, sifat mempertahankan diri dan umur imago. Sedangkan faktor luar kondisi lingkungan meliputi iklim (suhu), kelembaban, cahaya, curah hujan dan angin.

Kesimpulan    :
Dari praktikum yang kami lakukan tentang perangkap walang sangit (L. oratorius L) yang didapat adalah hama belalang. Walang sangit merupakan hama yang menyerang tanaman padi setelah berbunga dengan cara menghisap cairan bulir padi menyebabkan bulir padi menjadi hampa atau pengisiannya tidak sempurna. Pada masa tidak ada pertanaman padi atau tanaman padi masih stadia vegetatif, dewasa walang sangit bertahan hidup/berlindung pada barbagai tanaman yang terdapat pada sekitar sawah.
Daftar Pustaka :

Baeheki. 1992. Laporan Praktikum Perangkap Walang Sangit. Online. http://www.scribd.com/doc/42591407/Laporan-Praktikum-Ilmu-Hama-Tanaman. Diakses 8 Juni 2012.

Borror. 1992. Cara Mengendalikan Hama Walang Sangit. Online.  http://www.gerbangpertanian.com/2011/05/cara-mengendalikan-hama-walang-sangit.html. Diakses 8 Juni 2012.
Mardikanto. 1970.Walang Sangit. Online. http://riostones.blogspot.com/2009/08/walang-sangit-leptocorisa-acuta.html. Diakses 7 Juni 2012.
Moenandir dan Natawigena. 1990. Laporan Praktikum Walang Sangit. Online. http://wanty-pristiarini.blogspot.com/2012/01/laporan-8.html. Diakses 8 Juni 2012.
Mudjiono. 1991. Cara Mengendalikan Hama. Online. http://www.gerbangpertanian.com/2011/05/cara-mengendalikan-hama-walang-sangit.html. Diakses 8 juni 2012.
Rismunandar. 2003. Gejala Hama Walang Sangit. Online.http://nusantarastore.com/herbal-samarinda/search/gejala-gejala-hama-walang-sangit. Diakses 8 Juni 2012.
Sugandi. 1997.Pengendalian Walang Sangit. Online. http://dolpina.wordpress.com/2011/03/09/pengendalian-walang-sangit. Diakses 8 Juni 2012.
Sunjaya, P.I. 1970. Dasar-Dasar Serangga. Bagian Ilmu Hama Tanaman Pertanian. IPB.Bogor.

Selasa, 05 Maret 2013

Agendaris Tata Persuratan Di UPTD PKHL Dishut Sumsel


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pada instansi Pemerintah yang telah dibentuk dengan Surat Keputusan akan  memiliki tata laksana kegiatan yang mengelola kegiatan yang manyangkut kegiatan administrasi menangani pencatatan agenda surat masuk dan surat keluar, mengarsipkan dokumen-dokumen penting, mengetik (membuat tata naskah), dan melaksanakan kegiatan pengelolaan kepegawaian seperti absensi kehadiran dan kenaikan pangkat, mengurus keuangan, mengurus perlengkapan kantor, menggandakan, dan membuat laporan. Tata usaha biasanya menghimpun data setiap pegawai yang ada di Instansi (kantor) tersebut.
Pada suatu instansi pelaksanaan tata naskah sangat diperlukan dalam berjalannya sistem kerja. Menurut Anonim (2012) surat merupakan sarana komunikasi untuk menyampaikan informasi tertulis yang merupakan suatu informasi persuratan dari pihak instansi kepada pihak lain.  Setiap pekerjaan dan kegiatan kantor, baik pemerintah maupun swasta memerlukan penyimpanan, pencatatan serta pengolahan surat, baik kedalam maupun keluar dengan sistem tertentu dan dapat dipertanggung jawabkan.
Fungsi tata naskah mencakup 5 (lima) hal antara lain :
1.    Sarana dan prsasrana informasi  
2.    Pelaksanaan Kegiatan tata naskah.
3.    Pola pikir yang dilaksanan oleh pelaksana kegiatan
4.    Memiliki  agenda surat (bukti tertulis, alat pengingat, bukti historis) dalam kegiatan administrasi kantor.
5.    Mempunyai pedoman Peraturan Pemerintah dan Landasan Surat Keputusan yang mendasar pada Kegiatan Administrasi Kantor.
Surat secara umum digolongkan menjadi tiga yaitu surat pribadi, surat dinas, dan surat niaga apabila ditinjau dari segi bentuk, isi, dan bahasanya yang dipergunakan. Surat dinas digunakan untuk kepentingan kegiatan administrasi kantor yang merupakan suatu pekerjaan formal seperti Instansi Dinas dan tugas administrasi kantor. Surat penting yaitu surat yang harus dilaksanakan dengan ketentuan yang terbatas dalam pelaksanaannya dalam pengelolaan administrasi dalam suatu instansi. Fungsi dari surat dinas yaitu sebagai dokumen dan informasi tertulis sebagai bukti surat tertulis, atau alat pengingat berkaitan fungsinya dengan arsip, bukti sejarah atas perkembangan instansi, dan pedoman kerja Undang-undang, peraturan dan Surat Keputusan yang telah ditetapkan yang merupakan pedoman atau ajuan untuk melaksanakan kegiatan administrasi kantor.

1.2.  Rencana Kegiatan
Rencana kegiatan yang dilakukan meliputi pengumpulan data tentang agendaris dan kearsipan di UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan.

1.3. Sasaran Kegiatan
Adapun sasaran dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini yaitu untuk membentuk atau menciptakan mahasiswa yang mengetahui bagaimana tata cara agendaris dan kearsipan kantor yang dilaksanakan dalam suatu Dinas/Instansi perkantoran.

1.4. Tujuan
Adapun Tujuan dari Kuliah Kerja Lapangan ini yaitu :
1.    Untuk mengetahui bagaimana Tata Naskah dalam kegiatan pelaksanaan Tata Usaha khusunya dalam kegiatan agendaris dan pengarsipan surat masuk dan surat keluar yang dilaksanakan pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan.
2.    Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan administrasi dalam pelaksanaan tata naskah yang dilakukan pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Sumatera Selatan.
1.5. Manfaat
Melalui kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini diharapkan bisa bermanfaat bagi mahasiswa maupun pihak lain atau instansi sehingga dapat memberikan hasil kerja yang baik sehingga mampu mencipkankan hasil kerja yang efektif dan efisien serta dapat memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya dalam kegiatan administrasi perkantoran.

BAB II
KEADAAN UMUM

2.1.  Struktur Organisasi
        Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan berdiri pada tanggal 21 Juli 2008. Sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 23 Tahun 2008 tentang organisaasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan.
Menimbang :
a.  Bahwa berdasarkan pasal 79 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Sumatera Selatan, disebutkan bahwa pada Dinas Provinsi dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) sesuai dengan kemampuan daerah yang pembentukannya diatur dengan Peraturan Gubernur.
b.  Bahwa organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan.

Mengingat :
1.  Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1814).
2.  Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara RI Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomo 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890).
3.  Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389).
4.  Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Unndang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844).
5.  Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438).
6.  Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737).
7.  Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4741).
8.  Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 2 Seri D).
Struktur organisasi adalah pengaturan berbagai elemen organisasi agar berada pada tempat dan fungsinya masing-masing, sehingga efektif dan efisien untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Menurut Robbins (1990:5) Struktur organisasi adalah bagaimana tugas-tugas dialokasikan, siapa melapor dan kepada siapa, serta mekanisme-mekanisme koordinasi formal dan pola-pola interaksi yang menyertainya.
Suatu organisasi pada setiap instansi harus memiliki struktur organisasi sebagai pedoman untuk melaksanakan  kegiatan di dalam organisasi. Selain itu struktur organisasi sebagai kerangka keseluruhan yang dapat menghubungkan fungsi organisasi dalam hubungan antara pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Agar dapat bekerja dengan baik maka diperlukan pembagian tugas antara anggota dengan anggota yang lain supaya mengetahui posisi meraka dalam organisasi. Di dalam suatu organisasi biasanya terdapat dua orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan, struktur organisasi di buat berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku.
Adapun Struktur Organisasi pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 23 Tahun 2008 tanggal 21 Juli 2008 adalah :                               
                                          Gambar 1
Struktur Organisasi
Kepala UPTD
Pengendalian Kebakaran Hutan
Dan Lahan
AHMAD TAUFIK, SH. MM
NIP. 196508101986031000
Subbagian Tata Usaha
PANCA SUORO, S.Sos
NIP. 196210301986031009
Seksi
Pengembangan Kelembagaan
SALMAN, SH
NIP. 195806031986031003
Seksi
 Teknis Pengendalian
Kebakaran
HASANUDDIN, S.Hut. MM
196804121005031000

Kelompok Jabatan Fungsional
 












Sumber : Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 23 Tahun 2008.
2.3. Tugas dan Fungsi Pegawai
Uraian Tugas dan Fungsi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 01 Tahun 2009 tanggal 6 Januari 2009.
 Adapun uraian tersebut yaitu :
1.  Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) mempunyai tugas membina, mengkoordinasi, memberikan pelayanan dalam pengembangan kelembagaan dan operasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
      Fungsi Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yaitu :
a.  Penyiapan bahan perumusan kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
b.  Penyiapan bahan pengkoordinasian pelaksanaan kebijakan teknis pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
c.   Penyiapan gugus tugas deteksi dini dalam rangka pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
d.  Penyiapan gugus tugas operasi teknis pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
e.  Pengembangan kelembagaan partisipatif  para pihak teknis pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
f.    Pelaksanaan pembinaan dan bimbingan teknis pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
g.  Pelaksanaan pelayanan dan pemberian informasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat,
h.  Penyusunan rencana kerja operasional kepada UPTD,
i.    Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2.  Sub Bagian Tata Usaha
Sub bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan administrasi umum, pengelolaan urusan keuangan, kepegawaian, pengelolaan urusan keuangan, kepegawaian, perlengkapan, dan perbekalan serta urusan lain yang tidak termasuk dalam tugas seksi.
      Fungsi Subbagian Tata Usaha yaitu :
a.  Penyelenggaraan kegiatan administrasi umum,
b.  Penyiapan dan penyusunan rencana anggaran,
c.   Penyelenggaraan pengelolaan dan bimbingan administrasi kepegawaian, keuangan dan peralatan/perlengkapan di lingkungan UPTD,
d.  Penyiapan rencana peraturan/keputusan yang berhubungan dengan bidang tugas UPTD,
e.  Pemberian saran/pertimbangan yang ada hubungannya dengan masalah hukum yang timbul akibat pelaksanaan tugas UPTD,
f.    Pengumpulan dan pengolahan bahan/laporan di bidang administrasi serta mengajukan pemecahan dan pertimbangannya kepada Kepala UPTD untuk dijadikan bahan pertimbangan lebih lanjut,
g.  Pelaksanaan terciptanya tertib administrasi, tertib organisasi dan tertib kerja bagi seluruh satuan organisasi di lingkungan UPTD,
h.  Penyelenggaraan kegiatan rumah tangga UPTD,
i.    Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
3.  Seksi Teknis Pengendalian Kebakaran
Seksi Teknis Pengendalian Kebakaran melaksanakan tugas menyiapkan bahan dalam identifikasi rawan kebakaran, sistem informasi kebakaran, peralatan dan bantuan tenaga dalam rangka pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
    Fungsi Seksi Teknis Pengendalian Kebakaran yaitu :
a.  Pelaksanaan identifikasi tingkat kerawan kebakaran hutan dan lahan,
b.  Penyiapan bahan sistem informasi kebakaran hutan dan mendistribusikan ke instansi terkait,
c.   Penyiapan penyusunan rencana teknis operasi pencegahan dan mengendalikan kebakaran hutan dan lahan,
d.  Penyiapan pemberian bimbingan teknis pencegahan dan mengendalikan kebakaran hutan dan lahan di Kabuapten/Kota,
e.  Penyiapan peralatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
f.    Penyiapan pemberian bantuan tenaga dan peralatan dalam rangka pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang dilaksanakan Kebupaten/Kota,
g.  Pelaksanaan identifikasi areal bekas kebakaran dan kalifikasi penyebab kebakaran hutan dan lahan,
h.  Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
4.  Seksi Pengembangan Kelembagaan
Seksi Pengembangan Kelembagaan mempunyai tugas menyusun bahan materi, lokakarya, sosialisasi, publikasi, kampanye, pelatihan, kelembagaan rapat koordinasi, monitoring dan evaluasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
      Fungsi Seksi Pengembangan Kelembagaan yaitu :
a.  Pelaksanaan penyusunan bahan materi pelatihan teknis pencegahan kebakaran hutan dan lahan,
b.  Penyiapan penyelenggaraan lokakarya dan pelatihan pengandalian kebakaran hutan dan lahan,
c.   Penyiapan pelaksanaan sosialisasi, publikasi, kampanye pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
d.  Pengembangan kelembagaan regu masyarakat desa terlatih dan masyarakat peduli api,
e.  Penyiapan pengembangan kerja sama antar lembaga dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
f.    Penyiapan bahan materi rapat koordinasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
g.  Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
5.  Tugas Staf UPTD PKHL
Fungsi dan tugas staf UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yaitu :
1.     Agendaris surat-surat,
2.     Pengadministrasi umum,
3.     Penyelenggara pengelolaan dan bimbingan administrasi kepegawaian, keuangan dan perlengkapan di UPTD,
4.     Penginventarisasi barang infentaris kantor,
5.     Pengumpulan dan pengelolaan data laporan keuangan dan data anggaran,
6.     Caraka,
7.     Operator komputer,
8.     Pelaksana identifikasi tingkat kebakaran dan sistem informasi kebakaran dan mendistribusikan,
9.     Penyusunan rencana teknis pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
10.  Penyiapan bimbingan teknis dan penyiapan peralatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
11.  Pelaksanaan identifikasi areal bekas kebakaran dan klasifikasi penyebab kebakaran hutan dan lahan,
12.  Penyusunan bahan materi pelatihan teknis kebakaran hutan,
13.  Penyiapan pelaksanaan lokakarya, sosialisasi, dan pengembangan regu masyarakat desa terlatih,
14.  Menyiapkan pengembangan kerja sama antar lembaga dan bahan materi rapat koordinasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
15.  Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan laporan kegiatan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan.

2.3. Keadaan Lingkungan Fisik dan Sosial
UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Sumatera Selatan merupakan instansi Pemerintah yang terdiri atas beberapa ruangan yaitu :
1.    Ruangan Kepala UPTD PKHL
2.    Ruangan Kepala Sub Bagian Tata Usaha
3.    Ruangan Kepala Seksi
4.    Ruangan Kerja Staf
5.    Ruangan Komputer
6.    Ruangan Gudang Peralatan Kebakaran
7.    Ruangan Arsip
8.    Mushola
Keadaan lingkungan fisik dan sosial sangat berpengaruh dalam pelaksanaan dalam lingkup kerjanya. Sehingga tercipta suasana yang sangat kental dengan persaudaraan atau kekeluargaan yang sangat dinamis, selain itu tali silaturahmi yang diterapkan. Para staf, karyawan yang bekerja dengan baik dalam bidang mereka masing-masing pada pelaksanaan atau menjalankan tugas serta kerja sama menghadapi kesulitan atau permasalahan dalam bekerja.
Mereka selalu memberikan penjelasan pada mahasiswa/i Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang memerlukan bantuan dan saling membantu memberikan berbagi pengetahuan tentang administrasi perkantoran Dinas Kehutanan UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

BAB III
MASALAH DAN ALTERNATIF PEMECAHAN

3.1. Metode Pemecahan Masalah
Metode yang dipergunakan dalam pemecahan masalah ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan satuan yang dapat dikelola, dipisahkan, untuk mencari dan menemukan pola, apa yang penting dan apa yang dapat dipelajari dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan, serta dapat menentukan data atau memutusakan apa yang dapat diceritakan/ disampaikan kepada orang lain, dalam menganalisa data secara kualitatif, serta mengumpulkan, mengelompokkan, dokumen-dokumen yang ada di ruangan perpustaaan UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan.
Untuk memecahkan masalah dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), penulis menggunakan tiga metode, yaitu:
1.    Observasi
Dalam metode ini mahasiswa mengumpulkan data yang efektif untuk mempelajari suatu sistem pengamatan langsung yang dilakukan oleh para pembuat keputusan dengan lingkungan fisik dan pengamatan langsung pada kegiatan yang sedang berjalan.


2.    Wawancara
Dalam metode ini mahasiswa mengumpulkan data dengan cara dialog atau bertatap muka langsung dan mengadakan tanya jawab kepada kepala instansi UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan.
3.    Dokumentasi
Dalam metode ini mahasiswa terlibat secara langsung mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku dan peralatan yang dijumpai diinstansi.

3.2.  Jadwal Pelaksanaan
Jadwal pelaksanaan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan yaitu dimulai pada hari Senin tanggal 4 Februari 2013 sampai dengan tanggal 11 Maret 2013.
Adapun jadwal kegiatan adalah sebagai berikut :
a.  Minggu pertama (Observasi)
Meliputi, observasi dan pembagian tugas apa yang akan dilaksanakan oleh UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan dan kegiatan yang berkaitan dengan instansi yang khusunya masalah kebakaran hutan dan lahan yang berada di Propinsi Sumatera Selatan.

b.  Minggu kedua dan minggu ketiga (Tahap pelaksanaan)
Melakukan evaluasi kegiatan yang telah dilaksankan oleh UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan selama mengikuti Kuliah Kerja Lapangan.
c.   Minggu keempat (Pelaksanaan)
Mengumpulkan data-data yang didapat di UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi sumatera Selatan untuk pembuatan laporan Kuliah Kerja Lapangan.
d.  Minggu kelima
Melakukan evaluasi administrasi akhir dan membuat laporan rekapitulasi kegiatan secara keseluruhan dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan.





BAB IV
PELAKSANAAN DAN HASIL KEGIATAN

4.1. Tahap Pelaksanaan Kegiatan
Tahap pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini dilaksanakan 5 (lima) minggu, tanggal 4 Februari sampai 11 Maret 2013 pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Provinsi Sumatera Selatan yaitu sebagai berikut :
Hari / tanggal
Kegiatan yang dilakukan
Senin, 4 Februari 2013
Laporan pelaksanaan KKL dan pengarahan dari Mentor
Selasa, 5 Februari 2013
Pembagian tugas dari mentor
Rabu, 6 Februari 2013
Pelaksanaan kegiatan KKL
Kamis, 7 Februari 2013
Pelaksanaan Kegiatan KKL
Jum’at, 8 Februari 2013
Pelaksanaan Kegiatan KKL
Senin, 11 Februari 2013
Pelaksanaan kegiatan KKL
Selasa, 12 Februari 2013
Pelaksanaan Kegiatan KKL
Rabu, 13 februari 2013
Pelaksanaan kegiatan KKL
Kamis, 14 februari 2013
Pelaksanaan Kegiatan KKL
Jum’at, 15 februari 2013
Pelaksanaan Kegiatan KKL
Senin, 18 Februari 2013
Pelaksanaan kegiatan KKL
Selasa, 19 Februari 2013
Pelaksanaan Kegiatan KKL
Rabu, 20 Februari 2013
Pelaksanaan Kegiatan KKL
Kamis, 21 Februari 2013
Pelaksanaan kegiatan KKL
Jum’at, 22 Februari 2013
Pelaksanaan Kegiatan KKL
Senin, 25 Februari 2013
Pelaksanaan Kegiatan KKL
Selasa, 26 Februari 2013
Pelaksanaan kegiatan KKL
Rabu, 27 Februari 2013
Pelaksanaan Kegiatan KKL
Kamis, 28 Februari 2013
Pelaksanaan Kegiatan KKL
Jumat, 1 Februari 2013
Pelaksanaan Kegiatan KKL
Senin, 4 Maret 2013
Pengupulan Data-data kegiatan di UPTD  PKHL
Selasa, 5 Maret 2013
Pengupulan Data-data kegiatan di UPTD  PKHL
Rabu, 6 Maret 2013
Penyusunan dan pembuatan laporan KKL
Kamis, 7 Maret 2013
Penyusunan dan pembuatan laporan KKL
Jum’at, 8 Maret 2013
Penyelesaian Kegiatan Administrasi KKL
Senin, 11 Maret 2013   
Pelepasan pelaksana KKL dari UPTD PKHL 


4.2.  Hasil Kerja Lapangan
Hasil pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) pada Unit Pelaksana teknis Dinas (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan yang dapat kami kemukakan, dengan cara teknik pengumpulan data dengan cara Wawancara, Observasi, Dokumentasi, dan Perpustakaan yang ada di UPTD Pengendalaian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan. Pelaksanaan yang dilakukan berhubungan dengan kegiatan yang mendukung pelaksanaan di kegiatan  administrasi yang disesuaikan dengan ketentuan yang ada pada  instansi tersebut. Adapun hasil yang didapat dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan bagaimana dan tata cara pembuatan dan penulisan data ke dalam buku agendaris dan tata cara pengarsipan surat masuk dan surat keluar pada UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan.

4.3.  Pembahasan
Dari hasil yang telah dilakukan, suatu instansi perkantoran yang memiliki data dan informasi yang biasanya agendaris diarsipkan atau disimpan. Data dan informasi tersebut harus disimpan karena dapat dibutuhkan pada masa yang akan datang. Untuk kelancaran administrasi kantor diperlukan adanya administrasi kearsipan yang baik, rapi, teratur dan menyeluruh. Bentuk arsip beragam sebagian besar berupa surat seperti surat masuk, surat keluar, surat keputusan, agenda nota dinas atau dokumen berbentuk lembaran kertas.
Pengurusan surat menyurat dalam suatu kantor adalah hal terpenting karena tanpa surat kegiatan organisasi tidak dapat berjalan atau terhenti aktivitasnya. Pengurusan surat menyurat berbeda dari satu instansi ke instansi yang lain. Surat masuk adalah surat yang diterima dari berbagai instansi, baik pemerintah, swasta dan perorangan. Menurut Muamar (2012: 41) surat adalah salah satu sarana komunikasi secara tertulis untuk menyampaikan informasi dari satu pihak (orang, instansi, atau organisasi) kepada pihak lain. Informasi dalam surat berupa pemberitahuan, permintaan, laporan, pemikiran, sanggahan dan sebagainya.
Setiap surat yang masuk pada suatu instansi tentu sangat berharga karena dapat menjadi bahan otentik dan landasan bagi suatu instansi dalam melakukan kegiatannya. Pentingnya surat masuk, harus ada pengurus yang tepat agar surat masuk tersebut diperlakukan sebagaimana mestinya, karena dapat berpengaruh penting terhadap pekerjaan kantor.
Surat keluar adalah surat yang dibuat oleh instansi untuk diberikan kepada lembaga pemerintah, swasta, dan perorangan. Surat keluar berfungsi untuk membalas surat balasan yang diberikan kepada instansi. Surat yang langsung disampaikan oleh pimpinan adalah surat yang berisi masalah-masalah yang berkenaan dengan kebijakan dan hal lain yang dikemukakan oleh pimpinan. Surat keluar dilakukan oleh pengelola yang bersifat rutin. Intruksi diberikan terutama kepada bawahan atau staf pimpinan, sedangkan informasi diberikan kepada para pimpinan yang sederajat.
Surat keputusan adalah tulisan dinas yang mengatur kebijaksanaan pelaksanaan dari kebijaksanaan pokok, digunakan untuk menetapkan atau mengubah status personil/materil, mengesahkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, membentuk, mengubah dan membubarkan suatu panitia dalam lingkungan instansi dan menyerahkan wewenang tertentu. Selain itu nota dinas yang diistilah dengan nota berasal dari kata note (inggris) yang bersifat catatan.
Menurut Dian (2010) Prosedur pengurusan surat masuk yaitu surat masuk yang telah diterima oleh petugas/agendaris kemudian disortir, dibuka, dan diteliti kebenarannya dari asal surat dan tujuannya, lalu diagendakan kedalam buku agenda. Setelah diagendakan, surat segera disampaikan kepada pimpinan/ Kepala Subbagian disertai baju surat/lembar disposisi. Setelah surat didisposisi, surat dikembalikan kepada agendaris untuk ditindaklanjuti.
 Prosedur pengurusan surat keluar yaitu surat keluar harus dibuat dahulu konsep suratnya oleh masing-masing bagian, kemudian konsep surat tersebut diberi paraf oleh kepala bagian untuk mendapatkan persetujuan. Setelah itu, konsep surat diajukan kepada pimpinan untuk ditandatangani sebagai penanggung jawab atas surat tersebut. Setelah surat ditandatangani maka surat diberikan ke agendaris untuk dicatat pada buku agenda surat keluar untuk diberi nomor sesuai urutan keluarnya surat, distempel, lalu dimasukan ke amplop. Pada amplop dibubuhi alamat tujuan surat kemudian didistribusikan oleh caraka dengan mencatat pada buku ekspedisi. Tidak lupa agendaris juga menyimpan surat keluar sebagai dokumen pada UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam pelaksanaan KKL di UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan diantaranya yaitu:
1.    Agendaris dan tata cara pengarsipan sudah cukup baik dan teratur sesuai dengan ketentuan yang berlaku terutama di dalam pelaksanaan tata cara penggunaan peralatan sarana dan prasarannya dalam pelaksanaan kearsipannya.
2.    Pelaksanaan agendaris dan kearsipan sudah sesuai dengan prosedur dan ketentuan pelaksanaan yang ada, dimana pelaksanaan kearsipan terdiri dari empat surat yaitu surat masuk, surat keluar, surat nota dinas dan surat keputusan.

5.2. Saran
Diharapkan untuk tahun kedepan dapat dikerjakan dengan teratur dalam pengagendaan dan tata cara pengarsipan, agar adanya peningkatan baik kualitas maupun kwantitas pelaksana sebagai tenaga pengelola dalam menangani masalah agendaris, dapat dimengerti oleh orang lain dan merupakan suatu tanda untuk ajuan kedepan.
DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2012. Pengertian Surat Secara Umum. http://id.wikipedia.org/wiki/Surat#cite_note-23. Online. Diakses 28 Februari 2013.


Muamar, M. 2012. ”Peranan Kearsipan Dalam Menunjang Kegiatan Administrasi Pada Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengendalian Kebakarab Hutan dan Lahan”. Skripsi S 1 (belum diterbitkan). Palembang: Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Satya Negara Palembang.
            (skripsi yang belum diterbitkan).

UPTD DALKARHUTLAH. Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 23 Tahun 2008.

UPT LPPM UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG. 2013. Pedoman Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Palembang.