BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi
merupakan ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan timbal balik antar organisme
hidup dengan lingkungannya. Salah satu kajian dari ekologi adalah ekosistem
tempat organism itu hidup. Ekosistem (satuan fungsi dasar dalam ekologi) adalah
suatu sistem yang didalamnya terkandung komunitas hayati dan saling
mempengaruhi antara komponen biotik dan abiotik. Berdasarkan salinitasnya
ekosistem perairan dibedakan menjadi tiga yaitu ekosistem perairan tawar,
ekosistem perairan payau, dan ekosistem perairan laut (E.P. Odum,1998).
Menurut
Anggraini (2007), perairan permukaan diklasifikasikan menjadi dua kelompok
utama yaitu badan air tergenang (standing water atau lentik) dan badan
air mengalir (flowing water atau lotik). Perairan tergenang meliputi
danau, kolam, waduk, rawa, dan sebagainya. Danau atau situ memiliki
karakteristik: arus yang stagnan atau tenang, organisme yang hidup di dalamnya
tidak membutukan adaptasi khusus, ada stratifikasi suhu, substrat umumnya
berupa lumpur halus, dan residence time-nya lama. Untuk mengenal komponen
penyusun ekosistem perairan menggenang baik unsur biotik maupun abiotiknya
serta mengetahui interaksi yang terjadi di dalamnya. Metode yang digunakan
dalam praktikum ini adalah penarikan sampel yang dilakukan di Danau Opi
Jakabaring Pentingnya mengenali ekosistem perairan tergenang beserta interaksi
antar komponennya sebagai salah satu ekosistem yang sangat peka terhadap adanya
perubahan fisika, kimia, maupun biologi (Effendi, 2004).
Danau
atau situ merupakan satu dari tipe perairan darat dengan ciri utama
tergenangdalam waktu tinggal yang lama, sehingga memungkinkan biota untuk hidup
lebih lama dan berkembang. Perbedaan proses pembentukan dan ciri fisiknya,
memungkinkan perairan inimemiliki parameter
kimia yang beragam. Zonase perairan tergenang terbagimenjadi dua, yaitu zona benthos dan zona kolom air. Berdasarkan tingkat
kesuburannya, perairan tergenang dapat dibedakan menjadi
oligotrofik (miskin hara), meso. trofik (haranya sedang), eutrofik (kaya unsur
hara) (Lukman, 2007).
Danau merupakan
kumpulan air yang seolah-olah berda dalam suatu baskom dan tidak mempunyai
hubungan dengan laut atau merupakan suatu badan air yang menggenang dan luasnya
mulai dari beberapa meter persegi hingga ratusan meter persegi. Di danau terdapat
pembagian daerah berdasarkan penetrasi cahaya matahari. Daerah yang dapat
ditembus cahaya matahari sehingga terjadi fotosintesis disebut daerah fotik.
Daerah yang tidak tertembus cahaya matahari disebut daerah afotik. Di danau
juga terdapat daerah perubahan temperatur yang drastis atau termoklin.
Termoklin memisahkan daerah yang hangat di atas dengan daerah dingin di dasar.
Komunitas tumbuhan dan hewan tersebar di danau sesuai dengan kedalaman dan
jaraknya dari tepi. Setiap
perairan memiliki karakteristik yang berbeda, baik secara fisik maupun kimiawi.
Pada ekosistem perairan tergenang tidak terdapat arus atau bahkan cenderung
stagnan. Residene time yang lama merupakan salah satu faktor pembeda
antara perairan tergenag dan perairan mengalir.
1.2 Tujuan
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengertian
ekosistem perairan tergenang. Untuk mengetahui dan memahami faktor yang
berpengaruh terhadap perairan tergenang dan mengetahui parameter fisika, kimia,
kimia dan biologi.
1.3
Rumusan
Masalah
Adapun
masalah yang akan dibahas dalam praktikum ini adalah :
1.
Faktor pembatas apa saja (faktor abiotik
yang mempengaruhi perairan ekosistem sungai atau perairan tergenang) ?
2.
Bagaimana cara menentukan kualitas
fisika dan kimia pada suatu perairan?
3.
Bagaimana pengaruh faktor abiotik
terhadap kehidupan organisme sungai?
1.3 Diskripsi Observasi
Lokasi
yang kami amati pada praktikum perairan tergenang, pada hari Minggu tanggal 6
Mei 2012 dari pukul 08.00 WIB s/d, pengambilan sampel dikolam buatan jakabaring
palembang. Keadaan lokasi yang dapat kami amati pada saat itu adalah, cuacanya
cerah, udaranya lembab, sinar matahari yang panas. Warna air sungai pada saat
itu adalah kebiruan. Parameter
yang digunakan dalam pengambilan sampel pada praktikum ini adalah parameter
fisika dan parameter kimia. Parameter Fisika terdiri dari warna perairan,
tingkat kecerahan, suhu, kedalaman, tipe substrat, kecepatan arus, dan lebar
sungai. Warna perairan dibagi menjadi dua
yaitu warna tampak dan warna asli. Tingkat
kecerahan dapat diukur dengan menggunakan sacche disk . Suhu diukur dengan menggunakan
thermometer. Kedalaman perairan diukur
dengan cara sacche disk dimasukkan
sampai dasar perairan, lalu catat skalanya. Tipe substrat mempengaruhi
kelangsungan hidup organisme yang hidup di perairan tersebut. Kecepatan arus
diukur menggunakan botol aqua yang diisi air sedikit dan waktunya dihitung
menggunakan stopwatch. Parameter kimia
dalam praktikum ini adalah pH. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH
stick yang dicelupkan ke dalam permukaan air Sungai Musi di area transek, lalu
cocokkan warna dengan warna yang ada pada kotak pH stick dan catat hasilnya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Ekosistem Perairan
Menggenang
Perairan
tergenang (lentik), khususnya danau, mengalami stratifikasi secara vertikal
akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu. Selain itu, danau juga
tidak memiliki arus, sehingga residence time-nya lebih lama. Perairan
tergenang juga memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal yang
tergantung pada kedalaman dan musim. Zonase perairan tergenang terbagi menjadi
dua, yaitu zona benthos dan zona kolom air. Berdasarkan tingkat kesuburannya,
perairan tergenang dapat dibedakan menjadi oligotrofik (miskin hara), meso.
trofik (haranya sedang), eutrofik (kaya unsur hara). (Effendi,2003).
Ciri-ciri ekosistem lentik antara lain
arusnya stagnan (hampir tidak ada arus), organismenya tidak terlalu membutuhkan
adaptasi khusus, ada stratifikasi suhu, substrat dasar berupa lumpur halus,
residence time-nya relatif lebih lama. Selain itu juga pada ekosistem tergenang
kadar oksigen yang terlarut tidak terlalu besar karena keadaan arusnya yang
tenang. Organisme yang mendiami perairan tergenang cenderung beragam dan pH
perairannya berkisar antara 6,0-7,0 (Odum, 1971).
Ekosistem
perairan lotik atau perairan mengalir adalah suatu ekosistem perairaan yang di dalamnya terdapat adanya arus, Perairan pada danau Opi Jakabaring termasuk kedalam perairan lentik, karena
tidak mengalir. Parameter fisika yang diukur meliputi suhu, kecerahan,
kedalaman, kecepatan arus dan kenduktivitas. Sedangkan parameter kimia yang
digunakan yaitu pH yang diukur dengan menggunakan pH meter. Suhu dengan
pengukuran menggunakan thermometer sebesar, kedalaman yang diukur dengan menggunakan
sech dish, kecerahan, dan konduktivitasnya. Hal-hal yang mempengaruhi ekosistem
perairan adaah faktor fisika dan kimia, faktor kimia dan faktor fisika akan
mempengaruhi jumlah, komposisi, keanekaragaman jenis, produktivitas dan keadaan
fisiologis organisme di suatu perairan.
2.2.
Parameter Kualitas Air
A.
Parameter Fisika
a.
Suhu
Menurut Maire dalam Arfiati (1989),
menyatakan bahwa suhu secara ekologi akan mempengaruhi penyebaran (distribusi)
spesies. Karena organisme cenderung menempati lingkungan yang bersuhu sesuai
bagi kehidupannya. Suhu secara fisiologi dapat mempengaruhi berbagai aktivitas
biologi di dalam sel. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang
(latitude) waktu dalam air, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran air,
serta kedalaman badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan
viscusitas, rekasi kimia, evaporasi dan volansisasi. Peningkatan suhu ini disertai
dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen melakukan
proses metabolisme dan respirasi. Ikan akan mengalami kerentanan tehadap
penyakit pada suhu yang kurang optimal. Fluktuasi suhu yang terlalu beasr
akan menyebabkan ikan stress yang dapat mengakibatkan kematian pada ikan
(Pratama, 2009)
Menurut Wibawa (2010), menyatakan
bahwa stratifikasi suhu pada kolam air dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1.
Lapisan
Epilimnion yaitu lapisan sebelah atas perairan yang hangat dengan penurunan
suhu relatif kecil (dari 320 C menjadi 280 C).
2.
Lapisan
termokim yaitu lapisan tengah yang mempunyai penurunan suhu sangat tajam (dari
280 C menjadi 210 C).
3.
Lapisan
lipolimnion yaitu lapisan paling bawah dimana pada lapisan ini perbedaan suhu
sangat kecil, relatif konstan.
b.
Kecepatan arus
Menurut Hynes dalam Arfiati (1989),
menyatakan bahwa kuat lemahnya arus dapat mempengaruhi komunitas perifoton
dan berbagai komunitas hidrobiotik lainnya. Perairan berarus lemah, lebih
banyak dihuni oleh perifeton dari pada perairan berarus kuat. Pada perairan
berarus kuat, dengan kecepatan arus 1,21 m/detik atau
lebih sehingga hanya organisme-organisme yang dapat menempel dengan kuat saja
yang dapat menetap karena tidak terbawa arus. Beda perairan berarus lemah
dengan kecepatan arus 0,20 m/detik, algae perifeton akan
lebih mudah berkembang, tetapi pada kecepatan arus kuat (1,00 m/detik)
jumlah dan jenis alga perifeton akan menurun karena adanya tekanan mekanik arus
(Liudstrom dan traen dalam Tesis, Arfiati, 1989).
c.
Kecerahan
Menurut Pratama (2009), menyatakan
bahwa kecerahan merupakan ukuran transportasi perairan, yang ditentukan secara
visual dengan menggunakan secchidisk. Kecerahan adalah sebagian cahaya yang
diteruskan ke dalam air dan dinyatakan dengan (0/00),
dari beberapa panjang gelombang di daerah spectrum yanh terlihat cahaya yang
melalui lapisan sekitar 1 meter, jatuh agak lurus pada permukaan air. Stratifikasi
kolam air pada perairan tergenang yang disebabkan oleh intensitas cahaya yang
masuk ke perairan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lapisan Eutrofik, lapisan Kompensasi
dan lapisan Preufondal.
Menurut Akrimi dan Subroto
(2002),menyatakan bahwa kecerahan air berkisar antara 40-85 cm,tidak
menunjukkan perbedaan yang besar.Kecerahan pada musim kemarau adalah 40-85
cm,dan pada musim hujan antara 60-80 cm,kecerahan air di bawah 100 cm tergolong
tingkat kecerahan rendah. Berdasarkan intensitas cahaya perairan Bahari secara
verttikial bibagi menjadi 3 wilayah,yaitu zona Eupoti, zona disfotik dan zona Afotik.
d.
Salinitas
Salinitas menggambarkan padatan total
di dalam air. Setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida,semua bromide
dan iodide digantikan oleh klorida dan semua bahan anorganik telah dioksida. Salinitas
dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (%). Nilai salinitas perairan tawar
biasanya kurang dari 5%. Perairan payau antara 0,50%-30%, dan perairan laut
30%-40%. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh
masuknya air tawar di sungai (Pratama, 2009).
Menurut Agrifishery (2010),
menyatakan bahawa salinitas dapat dilakukan dengan pengukuran dengan menggunakan
alat yang disebut dengan pengukuran dengan menggunakan alat yang disebut dengan
refraktometer atau salinometer. Satuan untuk pengukuran salinitas adalah satuan
gram per kilogram (ppt) atau promil (%). Nilai salinitas untuk perairan tawar
biasanya berkisar antara 6-89 ppt dan perairan laut berkisar antara 30-35 ppt.
B.
Parameter Kimia
1. pH
pH adalah cerminan dari derajat
keasaman yang diukur dari jumlah ion hydrogen menggunakan rumus umum pH=-log(H+).
Air murni terdiri dari ion H+ dan OH- dalam jumlah
berimbang hingga pH air murni biasanya 7. Makin banyak ion OH- dalam
cairan makin rendah ion H+ dan makin tinggi Ph. Cairan demikian
disebut cairan alkalis. Sebaliknya makin banyak ion H+ makin rendah
Ph dan cairan tersebutbersifat masam. Sebagian besar danau ber pH 6-9. Danau
sadah (soda lake)ber pH 11,5. Danau asam dapat disebabkan karena hujan asam
akibat polustri industry sehingga kapasitas buffer menghilang. Danau di padang
pasir Afrika Tengah (Danau Utan)=air yang masuk lebih kecil dan jumklah air
yang keluar. Akibatnya menjadi danau yang alkali. Sehingga variasi tanaman dan
hewan juga rendah (Arfiati, 2001).
2. DO
Menurut Arfiati (2001),menyatakan
bahwa air yang sangat dingin mengandung kurang dari 5% O2 dan akan menurun jika
suhu air bertambah. Berkurangnya O2 karena respirasi dan
dekomposisi. Perairan dengan O2 tinggi, keragaman organism biasanya
tinggi. Jika O2 menurun,hanya organism yang toleran saja yang dapat
hidup di tempat tersebut. Variasi O2 danau oligotroph biasanya
rendah, sebaliknya danau eutroph tinggi. Sumber-sumber O2: Atmosfer
: difusi, angin dan Fotosintesis.
Menurut Sudaryati(1991), menyatakan
bahwa di perairan alam konsentrasi oksigen terlarut dalam fungsi dari proses
biologi seperti proses fotosintesa dan respirasi dan proses fisika seperti
pergerakan air dan suhu. Di permukaan air konsentrasi oksigen rendah, dikedalaman
tertentu di daerah fotik mencapai maksimum, dan di dasar perairan
konsentrasinya menurun lagi, selama stratifikasi panas, konsentrasi oksigen
terlarut di dasar perairan rendah karena pengambilan oleh mikroba untuk
respirasi.
3.
Karbondioksida
Menurut Arfiati (2001),menyatakan
bahwa CO2 merupakan gas yang sangat diperlukan dalam proses
fotosintesis, di udara sangat sedikit 0,033% dan di dalam air melimpah dapat
mencapai 12mg/l. Sumber CO2 dalam air adalah :
1. Difusi dari udara
2. Proses dekomposisi bahan organic
3. Air hujan dan air bawah tanah tanah
4. Hasil respirasi organisme
Karbondioksida dalam air dapat
dijumpai dalam empat bentuk yaitu : CO2 gas yang bebas, Asam
karbonat HCO3, Bikarbonat HCO3-, Karbonat CO32-
. Perairan tawar yang dikelilingi batu kapur cenderung mengandung CO2
yang lebih tinggi karena kapur lebih lunak daripada batu beku. Daur karbon
dapat diketahui apabila kita mengetahui daur CO2,CO3, ataupun
HCO3-. CO2 yang terdapat di atmosfer mengalami
difusi dan agitasi kedalam air. CO2 terlarut dalam air dibutuhkan
oleh tanaman air berklorofil serta fitoplankton untuk berfotosintesis. Kemudian
semua komponen biotic di alam apabila telah mati akan mengalami dekomposisi
oleh decomposer (pengurai) perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan
perikanan sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas <5 mg/l Tapi
sebagian besar organisme aquatic dapat bertahan hidup hingga CO2
bebas mencapai 60 mg/l. Pada dasarnya, keberadaan karbondioksida di perairan
terdapat dalam bentuk gas karbondioksida bebas (CO2) ion bikarbonat
(HCO3-) ion karbon tersebut berkaitan dengan nilai pH
(Pratama,2009).
4.
Alkalinitas
Menurut Pratama(2009) menyatakan
bahwa total alkalinitas untuk perairan alami berkisar kurang dari 5 mg/l sampai
lebih dari 500 mg/l. Perairan dengan total alkalinitas yang tinggi telah berkaitan
dengan endapan batu kapur tanah. Nilai alkalinitas yang tinggi biasanya
terdapat pada perairan daerah terang dimana penguapan konsentrasi ion
diperairan lebih banyak terjadi dengan alkalinitas rendah ditemukan pada tanah
berpasir dan tanah yang mengandung banyak bahan organic. Sebagian perairan yang
tercemar bahan organikakan memiliki kadar alkalinitasnya yang rendah basa
umumnya rasanya seperti sabun. Suatu zat yang dapat mengandumg gugusan hidroksit
(OH) yang dalam larutan melepas ion H+.
5. Amonium Nitrogen
Menurut
Arfiai (2001), menyatakan bahwa sifat ammonium :
1.
Lebih
reaktif daripada AlO3-
2.
Mudah
berkaitan dengan lumpur
3.
Tidak
beracun jika jumlah sangat banyak
Jumlah NH4+ diperairan tergantung
pada ekskresi hewan. Pengambilan oleh tanaman dan oksidasi bakteri NH3 bila
masuk dalam air akan terlarut, terdisosiasi membentuk NH4+, semua dalam bentuk
NH3. Pada pH=7, reaksi bergeser ke kanan. Jika gas Al2 sangat banyak
di dalam air akan masuk ke dalam darah ikan atau organism dan menyebabkan
kematian. Konsentrasi Al juga mengikuti musim. Musim semi dan panas,
konsentrasi rendah, terutama di zona photic, Musim gugur dan musim dingin, konsentrasinya
lebih besar. Kadar ammonium bebas yang tidak terionisasi (NH3) pada
perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/l perairan bersifat toksin
bagi beberapa jenis ikan. Beberapa organism akuatik dapat memanfaatkan nitrogen
dalam bentuk gas, akan tetapi sumber utama nitrogen diperairan tidak terdapat
dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan (tumbuhan dan biota
akuatik yang mati) oleh miroba dan jamur. Kadar ammonia pada perairan tawar
biasanya kurang dari 0,1 mg/l (Pratama, 2009).
6.
Orthofosfat
Menurut Arfiati (2001) menyatakan
bahwa unsure fosfor merupakan salah satu esensial bagi pembentukan protein
metabolosme untuk organisme. Pospor merupakan kunci metabolic nutrient dan
ketersediannya elemen ini sering bias mengatur produktivitasnya suatu perairan
alami. Pospor dalam air berada dalam berbagai bentuk :
1.
Pospor
yang dapat larut (p terlarut) adalah dalam bentuk pospat sering disebut
orthofosfat.
2.
Pospor
organic yaitu yang terdapat dalam organisme-organisme plankton dan bahan-bahan
organic lainnya dalam air.
Orthopospat adalah senyawa pospat yang
berbentuk anorganik dan larut dalam air. Orthopospat terlarut merupakan bentuk
sederhana pospor di dalam air dan orthopospat yang terlarut ini bisa digunakan
langsung oleh tanaman. Konsentrasi pospor di dalam air relatif rendah.
Kandungan orthopospat terlarut jarang sekali mencapai 0,1 mg/liter.
Kandungan orthopospat di dalam air dari beberapa danau adalah 0,003 mg/liter.
Perairan dengan kadar orthopospat
kurang dari 0,001 mg/liter merupakan perairan kurang subur
(oligotropik), 0,01 – 0,05 mg/liter merupakan perairan agak
subur (mesotropik) dan lebih dari 0,1 mg/liter termasuk dalam
perairan yang subur (eutropik). Orthopospat yang terlarut dengan tersedia bagi
tanaman tetapi ketersediaan bentuk – bentuk lain ditentukan dengan pasti.
Konsentrasi pospor dalam air sangat rendah. Konsentrasi yang biasanya tidah
lebih dari 5 – 20 mg/liter dan jarang melebihi 1000 mg/liter .
meskipun pospor merupakan unsur minor dalam air, manfaat biologinya dapat
dipertimbangkan sebagai elemen yang sering kali membatas produktifitas dan
ekosistem air (Pratama, 2009).
7. TOM
Menurut Sudaryanti (1991),
menyatakan bahwa sumber bahan organik berasal dari kolam perairan itu sendiri
(autoditonous) atau berasal dari luas perairan (alloditonous), unsur utama
penyusun bahan organik adalah karbon. Bahan organik yang terlarut dan tersuspensi
penting untuk makanan organisme heterotrof. Konsentrasi dan komponen mikroba.
Kandungan bahan organic terlarut di perairan alami sekitar 50 mg/liter .
Dekomposisi bahan organik di perairan dilakukan oleh mikroba. Untuk mengurangi
bahan organik di perairan dapat dilakukan aerasi untuk mempertahankan
dekomposer yang aerobik.
Nutrisi minyak (karbohidrat, protein,
lemak dan vitamin). Beberapa digunakan jasad itu sendiri. Jasad mati merupakan
sumber nutrisi jasad keterotropik buangan berbentuk CO2, H2O,
alkhohol, NH3 dan sebagainya.
8.
Nitrat
Nitrogen
Menurut Arfiati (2001), menyatakan
bahwa nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan organisme
dan merupakan salah satu unsur utama pembentuk protein. Nitrogen banyak
terdapat dalam elemen sel hidup seperti hanya C, H dan O bentuk – bentuk
nitrogen di danau :
- Gas, akibat kontak dengan udara yang mengandung 80% Al2.
- fiksasi nitrogen yaitu yang diikat oleh bakteri dan BGA
dengan enzim nitrogenasi untuk tumbuhan darat oleh leguminocae.
- NH3- dan NO2- yang
merupakan bentuk nitrogen yang teroksidasi dan ada dalam air.
- NH3 dan NH4+
- DON (Dissolved Organic Nitrogen
Menurut Sudaryanti (1991), menyatakan
bahwa sumber nitrogen dapat berasal dari presipitasi, fiksasi, difusi, aliran
permukaan dan air tanah. Penurunan kandungan nitrogen terjadi karena proses
denitrifikasi. Nitrogen selalu ditemukan di ekosistem perairan terutama dalam
bentuk gas dan sebagian kecil ditemukan dalm persenyawaan organik terlarut.
Laju nitrifikasi dipengaruhi oleh pH, pada pH 7 oksidasi ammonia menjadi nitrit
meningkat, sedangkan oksidasi nitrit lebih cepat datri pH asam.
Karakteristik dari
perairan tawar dapat dilihat dari suhu, kedalaman air, kecerahan, dan
konduktivitas. Hubungan antara kedalaman terhadap suhu dan intensitas cahaya
adalah berbanding terbalik, yaitu jika kondisi perairan semakin dalam maka
intensitas cahaya akan semakin rendah dan mengakibatkan suhu air tersebut
rendah pula. Intensitas cahaya dan kecerahan air adalah berbanding lurus, yaitu
jika intensitas cahaya naik maka kecerahan air juga akan meningkat, begitu pula
sebaliknya. Kecerahan pada lokasi pengukuran termasuk dalam kategori perairan
berkecerahan baik. Konduktivitas dipengaruhi oleh komposisi, jumlah ion
terlarut, salinitas dan suhu. Hasil pengukuran menunjukkan rata-rata
konduktivitas perairan adalah 0,3388 μS/cm. Beberapa karakteristik kimia dapat
dilihat dari pengukuran pH, salinitas, kadar oksigen terlarut (DO), kadar
karbon dioksida bebas terlarut, BOD (Biochemical Oxygen demand), dan TOM (Total
Organic Matter). pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia
mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Kondisi
oksigen terlarut pada zona bersih berada pada 8 ppm, yang merupakan konsentrasi
normal DO di perairan dan BOD pada kondisi yang rendah. Kadar karbon dioksida
tinggi menunjukkan lingkungan air yang asam meskipun demikian karbon dioksida
diperlukan dalam proses pem-buffer-an. TOM dapat berupa autochthonous, yang
berasal dari perairan itu sendiri seperti pembusukan organisme mati oleh
detritus, aktifitas perifiton, makrofita dan fitoplankton.
Organisme di Perairan Menggenang (Lentic)
Menurut
Ravera (1997) Perairan menggenang (lentik) adalah suatu bentuk
ekosistem perairan yang di dalamnya aliran atau arus air tidak memegang peranan
penting. Hal ini karena aliran air tidak begitu besar atau tidak mempengaruhi
kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Pada perairan ini faktor yang amat
penting diperhatikan adalah pembagian wilayah air secara vertikal yang memiliki
perbedaan sifat untuk tiap lapisannya, contoh dan jenis perairan ini adalah
danau, rawa, situ, kolam dan perairan menggenang lainnya. Perairan menggenang
di bagi dalam tiga lapisan utama yang didasari oleh ada tidaknya penetrasi
cahaya matahari dan tumbuhan air, yaitu: Littoral, limnetik dan profundal,
sedangkan atas dasar perbedaan temperatur perairannya, perairan menggenang
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: metalimnion, epilimnion, dan hipolimnion.
Kelompok organisme di perairan menggenang berdasarkan niche utama dalam
kedudukan rantai makanan meliputi produser (autotrof), makro konsumer
(heterotrof) dan mikrokonsumer (dekomposer). Kelompok organisme yang ada di
perairan menggenang berdasarkan cara hidupnya meliputi: benthos, plankton,
perifiton, nekton dan neuston.
Distribusi
Organisme di Perairan Menggenang
Pada zona litoral, produser
utamanya adalah tanaman yang berakar (anggota spermatophyta) dan tanaman yang
tidak berakar (fitoplankton, ganggang dan tanaman hijau yang mengapung).
Sedangkan konsumernya meliputi beberapa larva serangga air seperti,
platyhelminthes, rotifer, oligochaeta, moluska, amphibi, ikan, penyu, ular dan
lain sebagainya. Pada zone limnetik, produsernya terutama fitoplankton dan
tumbuhan air yang terapung bebas seperti, water hyacinth (Eichornia crassipes),
Cerratophyllum spp, Utricularia spp, Hydrilla verticillata, duckweed (Lemna
spp); dan vascular plants, seperti: Equisetum spp; Ioetes spp dan Azolla spp.
Sedangkan konsumernya meliputi zooplankton dari copepoda, rotifera dan beberapa
jenis ikan. Pada zona profundal, banyak dihuni oleh jenis-jenis bakteri dan
fungi, cacing darah, yang meliputi larva chironomidae, dan annelida yang banyak
mengandung haemoglobin, jenis-jenis kerang kecil seperti anggota famili
sphaeridae dan larva "phantom" atau Chaoboras (corethra). Rantai
makanan adalah suatu transfer energi dari tumbuhan melalui serangkaian
organisme dengan jalan makan-memakan. Pada tiap transfer ada 80-90% energi
potensial yang hilang sebagai panas. Oleh karena itu rantai makanan dalam satu
deretan jumlahnya terbatas, biasanya 4 - 5 tingkat. Makin pendek rantai
makanan, maka lebih banyak tersedia energi yang dapat dimanfaatkan (Irwan,1990).
BAB
III
METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1 Waktu
Dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari
minggu tanggal 6 Mei 2012, pada pukul 08.00 WIB s/d dengan lebar sungai ± 8 m. Praktikum perairan
menggenang Kolam buatan Jakabaring Palembang, provinsi Sumatera Selatan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam praktikum ini yaitu erlenmeyer, meteran, gelas ukur,LUP (larutan
Na2 S2 O3 0,01 N dan larutan H2
SO4 0,01 N), tali plastik, botol aqua, pemberat, kertas
lakmus/ph meter, thermometer, seccal disk, dan pipet tetes. Bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah indicator pp, larutan Na2 CO3
0,01 N dan metal orange.
3.3
Cara
Kerja
Adapun
cara kerja pada praktikum ini antara lain yaitu :
1.
Kedalaman
Kedalaman perairan (kolam) diukur dengan
sechi disk dengan mencelupkan sechi disk yang telah diikat dengan tali
yang berada tepat diatas permukaan air.
2.
Suhu
Pengukuran suhu air dilakukan dengan
thermometer.
3.
Penetrasi cahaya / kecerahan
Dilakukan dengan cara mencelupkan secchi
disk sampai batu warna hitam putih tidak kelihatan lagi dan dilihat berapa
kedalaman penetrasi cahaya pada skala dan dicatat hasilnya.
4.
Substrat dasar
Substrat dasar kolam diambil dan diamati
apa substratnya.
5.
Pengukuran oksigen terlarut
Diambil sampel 100 ml, tambahkan 7 – 10
tetes indicator amilum lalu ditetrasi dengan larutan Na2 S2 O3
0,01 N sampai tetap jernih. Hitung kadar O2 dengan rumus.
Kadar O2 terlarut = x p x q x 8 ml/l
Dimana = P : jumlah ml Na2 S2 O3
yang terpakai
Q : Normalitas larutan Na2 S2
O3
8 :
Bobot setara O2
6.
Pengukuran karbondioksida terlarut
Diambil sampel air 100 ml tambahkan
indicator pp lalu tetrasi dengan larutan Na2 CO3 0,01 N sampel
berwarna merah jambu jumlah Na2 CO3 yang terpakai dicatat dan dihitung kadar CO2
terlarut dengan rumus.
Kadar CO3 terlarut = x p x q x 22 m/l
Dimana = P : jumlah ml Na2 CO3 yang
terpakai
Q :
Normalitas larutan Na2 CO3
22 : Bobot setara CO2
7.
Pengukuran alkalinitas
Ambil 100 ml air sampel, tambahkan 10
tetes metal orange dihomogenkan kemudian ditetrasi dengan H2 SO4
0,01 N sampai larutan berwarna merah bata. Hitung alkalinitas dengan
rumus.
Kadar sanilitas = x p x q ml/l
Dimana = P : jumlah ml H2 SO4 yang
terpakai
Q :
Normalitas larutan H2 SO4
8. Identifikasi
bentos
Memakai plankton net, identifikasi biota
yang tertangkap jarring dengan menggunakan
lup.
BAB
IV
HASIL
PENGAMATAN DAN ANALISIS
4.1 Hasil Pengamatan
Dari hasil perairan tergenang pada air kolam buatan
jakabaring di dapatkan suhu sebesar 32°C, sedangkan kecerahan 3,35 cm,
kedalaman 335 m, serta pH sebesar 4,0 dan substratnya adalah lumpur.
Grafik
hasil praktikum
1. Suhu
air
2. Kedalaman
3. pH
4. Kecerahan
4.2 Analisis
Analisis dari hasil yang diperoleh dari praktikum
perairan tergenang yang dilakukan
menunjukkan bahwa Kolam buatan Jakabaring memiliki pH 4,0
yang berada dipinggir sungai. Warna
perairan secara visual adalah kebiruan dan tipe substratnya adalah lumpur.
Selain itu memiliki suhu 32° C.
Perbedaan suhu tidak terlalu jauh karena kedalamannya relatif dangkal.
Berdasarkan pengamatan menggunakan secchi disk, kecerahan air sungai 3,35 cm
ditengah dan termasuk perairan kecerahan kurang baik. Kedalaman Sungai 3,35 m
yang berada ditengah. Sedangkan pada identifikasi plankton / bentos pada
penangkapan dengan menggunakan jarring yang dimodifikasi menjadi plankton net,
tidak dilakukan pada praktikum ini karena alatnya dan bentos yang berada dalam
kolam ini kurang tersedia.
Menurut Krebs (1978) Faktor fisika kimia yaitu faktor
yang menentukan distribusi dari biota air adalah sifat fisika-kimia perairan.
Organisme yang dapat disesuaikan dengan kondisi sifat fisika-kimia yang akan
mampu hidup. Penyebaran jenis dan hewan akkuatik ditentukan oleh kualitas
lingkungan yang ada seperti sifat fisika, kimia, biologisnya menambahkan bahwa
kehidupan biota perairan dipengaruhi oleh volume air mengalir, kecepatan arus,
temperatur, pH dan konsentrasi oksigen terlarut.
Perairan
pada kolam buatan Jakabaring termasuk kedalam perairan lentik, karena tidak
mengalir. Data pengamatan terlihat bahwa suhu bergantung terhadap intentitas
cahaya. Karena semakin besar intentitas berarti semakin besar pula suhunya.
Sedang intentitas cahaya bergantung pada kedalaman yaitu semakin dalam maka
itentitas cahaya semakin rendah karena cahaya matahari tidak dapat masuk ke
dalam perairan. Kercerahan juga berperngaruh terhadap kedalaman semakin dalam
suatu perairan maka tingkat kecerahan semakin rendah, hal ini dikarenakan
cahaya matahari sulit tertembus pada dasar perairan. Konduktivitasdi pengaruhi
oleh kecerahan yaitu semakin besar nilai konduktivitas maka semakin tinggi pula
tingkat kecerahan.
Ekosistem perairan merupakan ekosistem yang selalu
mengalami perubahan kualitas dankuantitas akibat pengaruh variasi abiotik
tersebut. Oleh karena itu, organisme perairan harus dapat beradaptasi dalam
mencari nutrisi dan menjalankan kelangsungan hidup dengan menggunakan gas-gas
yang terlarut pada perairan tersebut. Pengaruh variasi abiotik ini juga sebagai
penunjang lingkungan secara keseluruhan yang memungkinkan adanya perubahan
produktivitas biologis. Dengan adanya praktikum ini, kita dapat menentukan
kualitas fisikadan kimia suatu perairan sehingga dapat menambah wawasan
tentang variasi faktor abiotik yang sesuai dengan kelangsungan kehidupan
organisme perairan sehingga kita dapat mengaplikasikan hal tersebut di bidang
perikanan dan konsevasi alam.
Pada
praktikum yang kami lakukan didapatkan suhu 32°c. Pengukuran suhu akan berbeda
dengan factor waktu yang mempengaruhinya. Suhu merupakan factor dalam kehidupan
flora dan fauna akuatis. Suhu air mempunyai pengaruh yang universal dan sangat
berperan dalam kehidupan organisme. Temperature suatu badan perairan dipengaruhi
oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude),
waktu dalam satu hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta
kedalaman dari badan air. Peningkatan temperatur akan diikuti dengan menurunnya
kadar oksigen terlarut di perairan, Suhu adalah salah satu faktor yang penting
dalam suatu perairan untuk mengukur temperatur lingkungan tersebut.
pH yang dapatkan adalah 4,0 Menurut
Effendi (2003) Derajat keasaman berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan
hewan dan tumbuhan air serta mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Nilai
pH dapat dipengaruhi anatara lain buangan industri dan rumah tangga. Derajat
krasaman (pH) berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas, semakin
tinggi pH, semakin tinggi alkalinitas dan semakin rendah kadar kandungan
dioksida bebas. pH merupakan tingkat derajat keasaman yang dimiliki setiap
unsur, pH juga berpengaruh terhadap setiap organisme, karena setiap organisme
atau individu memiliki ketentuan pada derajat keasaman (pH) berapa mereka dapat
hidup (Mahidda, 1984).
Kecerahan air yang kami lakukan termasuk
pada kecerahan kurang baik yaitu 3,35 cm. Kecerahan adalah besarnya intensitas
cahaya di dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan tersuspensi
seperti lumpur, pasir, bahan organik dan mikroorganisme termasuk plankton.
Semakin tinggi tingkat kecerahan suatu perairan, maka semakin tinggi pula
kecerahan yang masuk ke dalam air, sehingga lapisan air yang produktif akan
menjadi lebih stabil (Kembarawati, 2000).
Kedalaman air yang kami dapatkan adalah
3,35 m yang berada ditengah sungai, karena sungai yang kami amati dbagian hilir
yang masih dangkal. Menurut Odum (1988) Pada sungai dapat dijumpai tingkat yang
lebih tua dari hulu ke hilir, perubahan lebih terlihat pada bagian atas aliran
air, dan komposisi kimia berubah dengan cepat. Dan komposisi komunitas berubah
sewajarnya yang lebih jelas pada kilometer pertama dibanding lima puluh (50)
kilometer terakhir. Kedalaman juga dipengaruhi oleh zona yaitu zona hulu, zona
hilir dan zona tengah.
Interaksi antara komponen abiotik dengan biotic. Tingkat kedalaman perairan
mempengaruhi jumlah organisme di dalamnya. Organisme masih terdapat dalam
jumlah melimpah pada permukaan perairan dan kolam perairan. Jumlah intensitas
cahaya yang menembus permukaan perairan dan kolam, mempengaruhi kelimpahan
organisme terutama yang dapat melakukan proses fotosisntesis. Pada kedalaman dasar, maka dapat dioastikan jumlah
organisme yang melimpah adalah organisme yang tidak dapat melakukan proses
fotosisntesis, seperti bentos. Kecerahan air dipengaruhi oleh beberapa factor,
diantaranya kepadatan tersuspensi dan waktu pengamatan. Semakin tinggi jumlah
padatan yang tersuspensi maka tingkat kecerahan semakin rendah yang menyebabkan
sedikitnya cahaya matahari yang masuk ke perairan sehingga jumlah organismeyang
terbatas pada jenis zooplankton.Waktu pengamatan juga mempengaruhi kelimpahan
plankton. Ketika suhuh tinggi, plankton akan begerak mencari tempat yang lebih
optimal untuk proses pertumbuhannya. Adanya keterkaitan yang kompleks,
perubahan lingkungan yang terjadi dalam komunitas akan menyebabkan perubahan
satu atau lebih populasi yang ada di dalamnya. Hal ini memungkinkan terjadinya
pergantian populasi oleh kelompok organisme lain yang dapat dibedakan sebagai
sebuah komunitas lain yang baru. Sehingga organisme suatu populasi dapat
menjadi indicator bagi perubahan lingkungan (Ravera, 1978).
Interaksi antara komponen biotik penyusun
ekosistem perairan Pada daerah sekitar banyak terdapat pepohonan.
Daun-daunan yang terjatuh ke perairan akan tenggelam ke dasar dan selanjutnya
akan mengalami pembusukan. Penguraian tersebut akan menghasilkan nutrisi
sebagai sumber unsur hara yang akan dimanfaatkan oleh organisme perairan
lainnya, seperti bentos dan fitoplankton sebagai produsen primer merupakan
sumber makanan bagi zooplankton. Selanjutnya zooplankton merupakan makanan bagi
organisme pada tingkat trofik yang lebih tinggi, seperti nekton. Interaksi
komponen biotic yang terdapat di Situ Gede merupakan tipe grassing food
chain, yaitu perpindahan energi makanan terjadi dari sumber daya tumbuhan
melalui seri organisme (tumbuhan – herbivore – karnivora ) (Odum 1993).
Menurut
Efendi (2003) Hubungan faktor biotik dan abiotik perairan, biotik merupakan organisme yang
hidup pada suatu ekosistem tertentu yang hidupnya bergantung pada kondisi alam
sekitarnya atau lingkungannya. Sedangkan, abiotik merupakan lingkungan tempat
tinggal organisme yang meliputi semua benda mati yang ada. Kedua faktor diatas
saling mempengaruhi karena antara faktor mengalami interaksi dalam perjalanan
waktu. Faktor abiotik menyediakan wadah hidup serta unsur hara dalam tanah
maupun air yang digunakan oleh tumbuhan hijau, tumbuhan air untuk bahan baku
proses fotosintesis. Proses rantai makanan terjadi dari jatuhnya daun kering ke
permukaan air kemudian daun terurai oleh detritus menjadi bahan non-organik
(Nitrogen dan Fosfor).
BAB
V
KESIMPULAN
Perairan pada Kolam buatan Jakabaring termasuk kedalam perairan lentik , karena
tidak mengalir. Parameter fisika yang diukur meliputi suhu, kecerahan,
kedalaman, kecepatan arus dan konduktivitas. Sedangkan parameter kimia yang
digunakan yaitu pH yang diukur dengan menggunakan pH meter. Suhu yang
didapatkan dengan pengukuran menggunakan thermometer sebesar 32°C, kedalaman
yang diukur dengan menggunakan sechi disk didapatkan sebesar 3,35 m, kecerahan
3,35 cm. Hal-hal yang mempengaruhi ekosistem perairan adalah faktor fisika dan
kimia, faktor kimia dan faktor fisikaakan mempengaruhi jumlah, komposisi,
keanekaragaman jenis, produktivitas dan keadaan fisiologis organisme di suatu
perairan.
DAFTAR
PUSTAKA
Effendi.
2003. Pengaruh factor biotic-abiotik
organism sungai. Online. http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/2074023-pengukuran-parameter-kualitas-dengan-bentos. Diakses 10 April 2012.
Irwan. 1992. Ekosistem Perairan. Online. http://rainadpa.blogspot.com/2010/01/pola-longitudinal-ekosistem-sungai.html. Diakses 10 April 2012.
Kembarawati. 2000. Penentuan Faktor Biotik-abiotik lingkungan perairan. Online. http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2149486-ekosistem-faktor-biotik-dan-faktor. Diakses 10 April 2012.
Purba,
Michael. “Sains Kimia” .1994.Erlangga. Jakarta
Odum,
E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. 4rd ed. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Suwigyo,
Sugiarti. Widigdo, Bambang. Wardiatno, Yusli. dan Krisanti, Majariana.
2005 Avertebrata Air. 1st ed.
Penebar Swadaya. Jakarta
terimakasih,,, follow my blog http://wardhafla.blogspot.com/
BalasHapusok
Hapus