Minggu, 20 Mei 2012

PERAIRAN TERGENANG


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan timbal balik antar organisme hidup dengan lingkungannya. Salah satu kajian dari ekologi adalah ekosistem tempat organism itu hidup. Ekosistem (satuan fungsi dasar dalam ekologi) adalah suatu sistem yang didalamnya terkandung komunitas hayati dan saling mempengaruhi antara komponen biotik dan abiotik. Berdasarkan salinitasnya ekosistem perairan dibedakan menjadi tiga yaitu ekosistem perairan tawar, ekosistem perairan payau, dan ekosistem perairan laut (E.P. Odum,1998).
Menurut Anggraini (2007), perairan permukaan diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu badan air tergenang (standing water atau lentik) dan badan air mengalir (flowing water atau lotik). Perairan tergenang meliputi danau, kolam, waduk, rawa, dan sebagainya. Danau atau situ memiliki karakteristik: arus yang stagnan atau tenang, organisme yang hidup di dalamnya tidak membutukan adaptasi khusus, ada stratifikasi suhu, substrat umumnya berupa lumpur halus, dan residence time-nya lama. Untuk mengenal komponen penyusun ekosistem perairan menggenang baik unsur biotik maupun abiotiknya serta mengetahui interaksi yang terjadi di dalamnya. Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah penarikan sampel yang dilakukan di Danau Opi Jakabaring Pentingnya mengenali ekosistem perairan tergenang beserta interaksi antar komponennya sebagai salah satu ekosistem yang sangat peka terhadap adanya perubahan fisika, kimia, maupun biologi (Effendi, 2004).
Danau atau situ merupakan satu dari tipe perairan darat dengan ciri utama tergenangdalam waktu tinggal yang lama, sehingga memungkinkan biota untuk hidup lebih lama dan berkembang. Perbedaan proses pembentukan dan ciri fisiknya, memungkinkan perairan inimemiliki parameter kimia yang beragam. Zonase perairan tergenang terbagimenjadi dua, yaitu zona benthos dan zona kolom air. Berdasarkan tingkat kesuburannya, perairan tergenang dapat dibedakan menjadi oligotrofik (miskin hara), meso. trofik (haranya sedang), eutrofik (kaya unsur hara) (Lukman, 2007).
Danau merupakan kumpulan air yang seolah-olah berda dalam suatu baskom dan tidak mempunyai hubungan dengan laut atau merupakan suatu badan air yang menggenang dan luasnya mulai dari beberapa meter persegi hingga ratusan meter persegi. Di danau terdapat pembagian daerah berdasarkan penetrasi cahaya matahari. Daerah yang dapat ditembus cahaya matahari sehingga terjadi fotosintesis disebut daerah fotik. Daerah yang tidak tertembus cahaya matahari disebut daerah afotik. Di danau juga terdapat daerah perubahan temperatur yang drastis atau termoklin. Termoklin memisahkan daerah yang hangat di atas dengan daerah dingin di dasar. Komunitas tumbuhan dan hewan tersebar di danau sesuai dengan kedalaman dan jaraknya dari tepi. Setiap perairan memiliki karakteristik yang berbeda, baik secara fisik maupun kimiawi. Pada ekosistem perairan tergenang tidak terdapat arus atau bahkan cenderung stagnan. Residene time yang lama merupakan salah satu faktor pembeda antara perairan tergenag dan perairan mengalir.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengertian ekosistem perairan tergenang. Untuk mengetahui dan memahami faktor yang berpengaruh terhadap perairan tergenang dan mengetahui parameter fisika, kimia, kimia dan biologi.

1.3    Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam praktikum ini adalah :
1.       Faktor pembatas apa saja (faktor abiotik yang mempengaruhi perairan ekosistem sungai atau perairan tergenang) ?
2.       Bagaimana cara menentukan kualitas fisika dan kimia pada suatu perairan?
3.       Bagaimana pengaruh faktor abiotik terhadap kehidupan organisme sungai?
1.3 Diskripsi Observasi
Lokasi yang kami amati pada praktikum perairan tergenang, pada hari Minggu tanggal 6 Mei 2012 dari pukul 08.00 WIB s/d, pengambilan sampel dikolam buatan jakabaring palembang. Keadaan lokasi yang dapat kami amati pada saat itu adalah, cuacanya cerah, udaranya lembab, sinar matahari yang panas. Warna air sungai pada saat itu adalah kebiruan. Parameter yang digunakan dalam pengambilan sampel pada praktikum ini adalah parameter fisika dan parameter kimia. Parameter Fisika terdiri dari warna perairan, tingkat kecerahan, suhu, kedalaman, tipe substrat, kecepatan arus, dan lebar sungai. Warna perairan dibagi menjadi dua yaitu warna tampak dan warna asli. Tingkat kecerahan dapat diukur dengan menggunakan  sacche disk . Suhu diukur dengan  menggunakan thermometer.  Kedalaman perairan diukur dengan cara sacche disk  dimasukkan sampai dasar perairan, lalu catat skalanya. Tipe substrat mempengaruhi kelangsungan hidup organisme yang hidup di perairan tersebut. Kecepatan arus diukur menggunakan botol aqua yang diisi air sedikit dan waktunya dihitung menggunakan stopwatch. Parameter kimia dalam praktikum ini adalah pH. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH stick yang dicelupkan ke dalam permukaan air Sungai Musi di area transek, lalu cocokkan warna dengan warna yang ada pada kotak pH stick dan catat hasilnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Perairan Menggenang
Perairan tergenang (lentik), khususnya danau, mengalami stratifikasi secara vertikal akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu. Selain itu, danau juga tidak memiliki arus, sehingga residence time-nya lebih lama. Perairan tergenang juga memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal yang tergantung pada kedalaman dan musim. Zonase perairan tergenang terbagi menjadi dua, yaitu zona benthos dan zona kolom air. Berdasarkan tingkat kesuburannya, perairan tergenang dapat dibedakan menjadi oligotrofik (miskin hara), meso. trofik (haranya sedang), eutrofik (kaya unsur hara). (Effendi,2003).
Ciri-ciri ekosistem lentik antara lain arusnya stagnan (hampir tidak ada arus), organismenya tidak terlalu membutuhkan adaptasi khusus, ada stratifikasi suhu, substrat dasar berupa lumpur halus, residence time-nya relatif lebih lama. Selain itu juga pada ekosistem tergenang kadar oksigen yang terlarut tidak terlalu besar karena keadaan arusnya yang tenang. Organisme yang mendiami perairan tergenang cenderung beragam dan pH perairannya berkisar antara 6,0-7,0 (Odum, 1971).
Ekosistem perairan lotik atau perairan mengalir adalah suatu ekosistem perairaan yang di dalamnya terdapat adanya arus, Perairan pada danau Opi Jakabaring termasuk kedalam perairan lentik, karena tidak mengalir. Parameter fisika yang diukur meliputi suhu, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus dan kenduktivitas. Sedangkan parameter kimia yang digunakan yaitu pH yang diukur dengan menggunakan pH meter. Suhu dengan pengukuran menggunakan thermometer sebesar, kedalaman yang diukur dengan menggunakan sech dish, kecerahan, dan konduktivitasnya. Hal-hal yang mempengaruhi ekosistem perairan adaah faktor fisika dan kimia, faktor kimia dan faktor fisika akan mempengaruhi jumlah, komposisi, keanekaragaman jenis, produktivitas dan keadaan fisiologis organisme di suatu perairan.

2.2.  Parameter Kualitas Air
A.   Parameter Fisika
a.    Suhu
            Menurut Maire dalam Arfiati (1989), menyatakan bahwa suhu secara ekologi akan mempengaruhi penyebaran (distribusi) spesies. Karena organisme cenderung menempati lingkungan yang bersuhu sesuai bagi kehidupannya. Suhu secara fisiologi dapat mempengaruhi berbagai aktivitas biologi di dalam sel. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude) waktu dalam air, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran air, serta kedalaman badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viscusitas, rekasi kimia, evaporasi dan volansisasi. Peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen melakukan proses metabolisme dan respirasi. Ikan akan mengalami kerentanan tehadap penyakit pada suhu  yang kurang optimal. Fluktuasi suhu yang terlalu beasr akan menyebabkan ikan stress yang dapat mengakibatkan kematian pada ikan (Pratama, 2009)
           Menurut Wibawa (2010), menyatakan bahwa stratifikasi suhu pada kolam air dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1.   Lapisan Epilimnion yaitu lapisan sebelah atas perairan yang hangat dengan penurunan suhu relatif kecil (dari 320 C menjadi 280 C).
2.   Lapisan termokim yaitu lapisan tengah yang mempunyai penurunan suhu sangat tajam (dari 280 C menjadi 210 C).
3.   Lapisan lipolimnion yaitu lapisan paling bawah dimana pada lapisan ini perbedaan suhu sangat kecil, relatif konstan.
b.    Kecepatan arus
         Menurut Hynes dalam Arfiati (1989), menyatakan bahwa kuat lemahnya arus dapat mempengaruhi komunitas perifoton dan  berbagai komunitas hidrobiotik lainnya. Perairan berarus lemah, lebih banyak dihuni oleh perifeton dari pada perairan berarus kuat. Pada perairan berarus kuat, dengan kecepatan arus 1,21 m/detik atau lebih sehingga hanya organisme-organisme yang dapat menempel dengan kuat saja yang dapat menetap karena tidak terbawa arus. Beda perairan berarus lemah dengan kecepatan arus 0,20 m/detik, algae perifeton akan lebih mudah berkembang, tetapi pada kecepatan arus kuat (1,00 m/detik) jumlah dan jenis alga perifeton akan menurun karena adanya tekanan mekanik arus (Liudstrom dan traen dalam Tesis, Arfiati, 1989).
c.    Kecerahan
         Menurut Pratama (2009), menyatakan bahwa kecerahan merupakan ukuran transportasi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchidisk. Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air dan dinyatakan dengan (0/00), dari beberapa panjang gelombang di daerah spectrum yanh terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar 1 meter, jatuh agak lurus pada permukaan air. Stratifikasi kolam air pada perairan tergenang yang disebabkan oleh intensitas cahaya yang masuk ke perairan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lapisan Eutrofik, lapisan Kompensasi dan lapisan Preufondal.
          Menurut Akrimi dan Subroto (2002),menyatakan bahwa kecerahan air berkisar antara 40-85 cm,tidak menunjukkan perbedaan yang besar.Kecerahan pada musim kemarau adalah 40-85 cm,dan pada musim hujan antara 60-80 cm,kecerahan air di bawah 100 cm tergolong tingkat kecerahan rendah. Berdasarkan intensitas cahaya perairan Bahari secara verttikial bibagi menjadi 3 wilayah,yaitu zona Eupoti, zona disfotik dan zona Afotik.
d.   Salinitas
         Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air. Setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida,semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida dan semua bahan anorganik telah dioksida. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (%). Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 5%. Perairan payau antara 0,50%-30%, dan perairan laut 30%-40%. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masuknya air tawar di sungai (Pratama, 2009).
          Menurut Agrifishery (2010), menyatakan bahawa salinitas dapat dilakukan dengan pengukuran dengan menggunakan alat yang disebut dengan pengukuran dengan menggunakan alat yang disebut dengan refraktometer atau salinometer. Satuan untuk pengukuran salinitas adalah satuan gram per kilogram (ppt) atau promil (%). Nilai salinitas untuk perairan tawar biasanya berkisar antara 6-89 ppt dan perairan laut berkisar antara 30-35 ppt.
B. Parameter Kimia
1.   pH
           pH adalah cerminan dari derajat keasaman yang diukur dari jumlah ion hydrogen menggunakan rumus umum pH=-log(H+). Air murni terdiri dari ion H+ dan OH- dalam jumlah berimbang hingga pH air murni biasanya 7. Makin banyak ion OH- dalam cairan makin rendah ion H+ dan makin tinggi Ph. Cairan demikian disebut cairan alkalis. Sebaliknya makin banyak ion H+ makin rendah Ph dan cairan tersebutbersifat masam. Sebagian besar danau ber pH 6-9. Danau sadah (soda lake)ber pH 11,5. Danau asam dapat disebabkan karena hujan asam akibat polustri industry sehingga kapasitas buffer menghilang. Danau di padang pasir Afrika Tengah (Danau Utan)=air yang masuk lebih kecil dan jumklah air yang keluar. Akibatnya menjadi danau yang alkali. Sehingga variasi tanaman dan hewan juga rendah (Arfiati, 2001).
2.   DO
         Menurut Arfiati (2001),menyatakan bahwa air yang sangat dingin mengandung kurang dari 5% O2 dan akan menurun jika suhu air bertambah. Berkurangnya O2 karena respirasi dan dekomposisi. Perairan dengan O2 tinggi, keragaman organism biasanya tinggi. Jika O2 menurun,hanya organism yang toleran saja yang dapat hidup di tempat tersebut. Variasi O2 danau oligotroph biasanya rendah, sebaliknya danau eutroph tinggi. Sumber-sumber O2: Atmosfer : difusi, angin dan Fotosintesis.
          Menurut Sudaryati(1991), menyatakan bahwa di perairan alam konsentrasi oksigen terlarut dalam fungsi dari proses biologi seperti proses fotosintesa dan respirasi dan proses fisika seperti pergerakan air dan suhu. Di permukaan air konsentrasi oksigen rendah, dikedalaman tertentu di daerah fotik mencapai maksimum, dan di dasar perairan konsentrasinya menurun lagi, selama stratifikasi panas, konsentrasi oksigen terlarut di dasar perairan rendah karena pengambilan oleh mikroba untuk respirasi.
3.   Karbondioksida
          Menurut Arfiati (2001),menyatakan bahwa CO2 merupakan gas yang sangat diperlukan dalam proses fotosintesis, di udara sangat sedikit 0,033% dan di dalam air melimpah dapat mencapai 12mg/l. Sumber CO2 dalam air adalah :
1.     Difusi dari udara
2.     Proses dekomposisi bahan organic
3.     Air hujan dan air bawah tanah tanah
4.     Hasil respirasi organisme
          Karbondioksida dalam air dapat dijumpai dalam empat bentuk yaitu : CO2 gas yang bebas, Asam karbonat HCO3, Bikarbonat HCO3-, Karbonat CO32- . Perairan tawar yang dikelilingi batu kapur cenderung mengandung CO2 yang lebih tinggi karena kapur lebih lunak daripada batu beku. Daur karbon dapat diketahui apabila kita mengetahui daur CO2,CO3, ataupun HCO3-. CO2 yang terdapat di atmosfer mengalami difusi dan agitasi kedalam air. CO2 terlarut dalam air dibutuhkan oleh tanaman air berklorofil serta fitoplankton untuk berfotosintesis. Kemudian semua komponen biotic di alam apabila telah mati akan mengalami dekomposisi oleh decomposer (pengurai) perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas <5 mg/l Tapi sebagian besar organisme aquatic dapat bertahan hidup hingga CO2 bebas mencapai 60 mg/l. Pada dasarnya, keberadaan karbondioksida di perairan terdapat dalam bentuk gas karbondioksida bebas (CO2) ion bikarbonat (HCO3-) ion karbon tersebut berkaitan dengan nilai pH (Pratama,2009).
4.   Alkalinitas
           Menurut Pratama(2009) menyatakan bahwa total alkalinitas untuk perairan alami berkisar kurang dari 5 mg/l sampai lebih dari 500 mg/l. Perairan dengan total alkalinitas yang tinggi telah berkaitan dengan endapan batu kapur tanah. Nilai alkalinitas yang tinggi biasanya terdapat pada perairan daerah terang dimana penguapan konsentrasi ion diperairan lebih banyak terjadi dengan alkalinitas rendah ditemukan pada tanah berpasir dan tanah yang mengandung banyak bahan organic. Sebagian perairan yang tercemar bahan organikakan memiliki kadar alkalinitasnya yang rendah basa umumnya rasanya seperti sabun. Suatu zat yang dapat mengandumg gugusan hidroksit (OH) yang dalam larutan melepas ion H+.
5.   Amonium Nitrogen
Menurut Arfiai (2001), menyatakan bahwa sifat ammonium :
1.   Lebih reaktif daripada AlO3-
2.   Mudah berkaitan dengan lumpur
3.   Tidak beracun jika jumlah sangat banyak
          Jumlah NH4+ diperairan tergantung pada ekskresi hewan. Pengambilan oleh tanaman dan oksidasi bakteri NH3 bila masuk dalam air akan terlarut, terdisosiasi membentuk NH4+, semua dalam bentuk NH3. Pada pH=7, reaksi bergeser ke kanan. Jika gas Al2 sangat banyak di dalam air akan masuk ke dalam darah ikan atau organism dan menyebabkan kematian. Konsentrasi Al juga mengikuti musim. Musim semi dan panas, konsentrasi rendah, terutama di zona photic,  Musim gugur dan musim dingin, konsentrasinya lebih besar. Kadar ammonium bebas yang tidak terionisasi (NH3) pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/l perairan bersifat toksin bagi beberapa jenis ikan. Beberapa organism akuatik dapat memanfaatkan nitrogen dalam bentuk gas, akan tetapi sumber utama nitrogen diperairan  tidak terdapat dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan (tumbuhan dan biota akuatik yang mati) oleh miroba dan jamur. Kadar ammonia pada perairan tawar biasanya kurang dari 0,1 mg/l (Pratama, 2009).
6.   Orthofosfat
            Menurut Arfiati (2001) menyatakan bahwa unsure fosfor merupakan salah satu esensial bagi pembentukan protein metabolosme untuk organisme. Pospor merupakan kunci metabolic nutrient dan ketersediannya elemen ini sering bias mengatur produktivitasnya suatu perairan alami. Pospor dalam air berada dalam berbagai bentuk :
1.       Pospor yang dapat larut (p terlarut) adalah dalam bentuk pospat sering disebut orthofosfat.
2.       Pospor organic yaitu yang terdapat dalam organisme-organisme plankton dan bahan-bahan organic lainnya dalam air.
         Orthopospat adalah senyawa pospat yang berbentuk anorganik dan larut dalam air. Orthopospat terlarut merupakan bentuk sederhana pospor di dalam air dan orthopospat yang terlarut ini bisa digunakan langsung oleh tanaman. Konsentrasi pospor di dalam air relatif rendah. Kandungan orthopospat terlarut jarang sekali mencapai 0,1 mg/liter. Kandungan orthopospat di dalam air dari beberapa danau adalah 0,003 mg/liter.
           Perairan dengan kadar orthopospat kurang dari 0,001 mg/liter merupakan perairan kurang subur (oligotropik), 0,01 – 0,05 mg/liter  merupakan perairan agak subur (mesotropik) dan lebih dari 0,1 mg/liter  termasuk dalam perairan yang subur (eutropik). Orthopospat yang terlarut dengan tersedia bagi tanaman tetapi ketersediaan bentuk – bentuk lain ditentukan dengan pasti. Konsentrasi pospor dalam air sangat rendah. Konsentrasi yang biasanya tidah lebih dari 5 – 20 mg/liter dan jarang melebihi 1000 mg/liter . meskipun pospor merupakan unsur minor dalam air, manfaat biologinya dapat dipertimbangkan sebagai elemen yang sering kali membatas produktifitas dan ekosistem air (Pratama, 2009).
7.   TOM
           Menurut Sudaryanti (1991), menyatakan bahwa sumber bahan organik berasal dari kolam perairan itu sendiri (autoditonous) atau berasal dari luas perairan (alloditonous), unsur utama penyusun bahan organik adalah karbon. Bahan organik yang terlarut dan tersuspensi penting untuk makanan organisme heterotrof. Konsentrasi dan komponen mikroba. Kandungan bahan organic terlarut di perairan alami sekitar 50 mg/liter . Dekomposisi bahan organik di perairan dilakukan oleh mikroba. Untuk mengurangi bahan organik di perairan dapat dilakukan aerasi untuk mempertahankan dekomposer yang aerobik.
         
         Nutrisi minyak (karbohidrat, protein, lemak dan vitamin). Beberapa digunakan jasad itu sendiri. Jasad mati merupakan sumber nutrisi jasad keterotropik buangan berbentuk CO2, H2O, alkhohol, NH3 dan sebagainya.
8.   Nitrat Nitrogen
           Menurut Arfiati (2001), menyatakan bahwa nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan organisme dan merupakan salah satu unsur utama pembentuk protein. Nitrogen banyak terdapat dalam elemen sel hidup seperti hanya C, H dan O bentuk – bentuk nitrogen di danau :
  1. Gas, akibat kontak dengan udara yang mengandung 80% Al2.
  2. fiksasi nitrogen yaitu yang diikat oleh bakteri dan BGA dengan enzim nitrogenasi untuk tumbuhan darat oleh leguminocae.
  3. NH3- dan NO2-  yang merupakan bentuk nitrogen yang teroksidasi dan ada dalam air.
  4. NH3 dan NH4+
  5. DON (Dissolved Organic Nitrogen     
          Menurut Sudaryanti (1991), menyatakan bahwa sumber nitrogen dapat berasal dari presipitasi, fiksasi, difusi, aliran permukaan dan air tanah. Penurunan kandungan nitrogen terjadi karena proses denitrifikasi. Nitrogen selalu ditemukan di ekosistem perairan terutama dalam bentuk gas dan sebagian kecil ditemukan dalm persenyawaan organik terlarut. Laju nitrifikasi dipengaruhi oleh pH, pada pH 7 oksidasi ammonia menjadi nitrit meningkat, sedangkan oksidasi nitrit lebih cepat datri pH asam.
Karakteristik dari perairan tawar dapat dilihat dari suhu, kedalaman air, kecerahan, dan konduktivitas. Hubungan antara kedalaman terhadap suhu dan intensitas cahaya adalah berbanding terbalik, yaitu jika kondisi perairan semakin dalam maka intensitas cahaya akan semakin rendah dan mengakibatkan suhu air tersebut rendah pula. Intensitas cahaya dan kecerahan air adalah berbanding lurus, yaitu jika intensitas cahaya naik maka kecerahan air juga akan meningkat, begitu pula sebaliknya. Kecerahan pada lokasi pengukuran termasuk dalam kategori perairan berkecerahan baik. Konduktivitas dipengaruhi oleh komposisi, jumlah ion terlarut, salinitas dan suhu. Hasil pengukuran menunjukkan rata-rata konduktivitas perairan adalah 0,3388 μS/cm. Beberapa karakteristik kimia dapat dilihat dari pengukuran pH, salinitas, kadar oksigen terlarut (DO), kadar karbon dioksida bebas terlarut, BOD (Biochemical Oxygen demand), dan TOM (Total Organic Matter). pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Kondisi oksigen terlarut pada zona bersih berada pada 8 ppm, yang merupakan konsentrasi normal DO di perairan dan BOD pada kondisi yang rendah. Kadar karbon dioksida tinggi menunjukkan lingkungan air yang asam meskipun demikian karbon dioksida diperlukan dalam proses pem-buffer-an. TOM dapat berupa autochthonous, yang berasal dari perairan itu sendiri seperti pembusukan organisme mati oleh detritus, aktifitas perifiton, makrofita dan fitoplankton.
Organisme di Perairan Menggenang (Lentic)
Menurut Ravera (1997) Perairan menggenang (lentik) adalah suatu bentuk ekosistem perairan yang di dalamnya aliran atau arus air tidak memegang peranan penting. Hal ini karena aliran air tidak begitu besar atau tidak mempengaruhi kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Pada perairan ini faktor yang amat penting diperhatikan adalah pembagian wilayah air secara vertikal yang memiliki perbedaan sifat untuk tiap lapisannya, contoh dan jenis perairan ini adalah danau, rawa, situ, kolam dan perairan menggenang lainnya. Perairan menggenang di bagi dalam tiga lapisan utama yang didasari oleh ada tidaknya penetrasi cahaya matahari dan tumbuhan air, yaitu: Littoral, limnetik dan profundal, sedangkan atas dasar perbedaan temperatur perairannya, perairan menggenang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: metalimnion, epilimnion, dan hipolimnion. Kelompok organisme di perairan menggenang berdasarkan niche utama dalam kedudukan rantai makanan meliputi produser (autotrof), makro konsumer (heterotrof) dan mikrokonsumer (dekomposer). Kelompok organisme yang ada di perairan menggenang berdasarkan cara hidupnya meliputi: benthos, plankton, perifiton, nekton dan neuston.
Distribusi Organisme di Perairan Menggenang
 Pada zona litoral, produser utamanya adalah tanaman yang berakar (anggota spermatophyta) dan tanaman yang tidak berakar (fitoplankton, ganggang dan tanaman hijau yang mengapung). Sedangkan konsumernya meliputi beberapa larva serangga air seperti, platyhelminthes, rotifer, oligochaeta, moluska, amphibi, ikan, penyu, ular dan lain sebagainya. Pada zone limnetik, produsernya terutama fitoplankton dan tumbuhan air yang terapung bebas seperti, water hyacinth (Eichornia crassipes), Cerratophyllum spp, Utricularia spp, Hydrilla verticillata, duckweed (Lemna spp); dan vascular plants, seperti: Equisetum spp; Ioetes spp dan Azolla spp. Sedangkan konsumernya meliputi zooplankton dari copepoda, rotifera dan beberapa jenis ikan. Pada zona profundal, banyak dihuni oleh jenis-jenis bakteri dan fungi, cacing darah, yang meliputi larva chironomidae, dan annelida yang banyak mengandung haemoglobin, jenis-jenis kerang kecil seperti anggota famili sphaeridae dan larva "phantom" atau Chaoboras (corethra). Rantai makanan adalah suatu transfer energi dari tumbuhan melalui serangkaian organisme dengan jalan makan-memakan. Pada tiap transfer ada 80-90% energi potensial yang hilang sebagai panas. Oleh karena itu rantai makanan dalam satu deretan jumlahnya terbatas, biasanya 4 - 5 tingkat. Makin pendek rantai makanan, maka lebih banyak tersedia energi yang dapat dimanfaatkan (Irwan,1990).

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1    Waktu Dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari minggu tanggal 6 Mei 2012, pada pukul 08.00 WIB  s/d dengan lebar sungai ± 8 m. Praktikum perairan menggenang Kolam buatan Jakabaring Palembang, provinsi Sumatera Selatan.

3.2    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu erlenmeyer, meteran, gelas ukur,LUP (larutan Na2 S2 O3 0,01 N dan larutan H2 SO4 0,01 N), tali plastik, botol aqua, pemberat, kertas lakmus/ph meter, thermometer, seccal disk, dan pipet tetes. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah indicator pp, larutan Na2 CO3 0,01 N dan metal orange.

3.3    Cara Kerja
Adapun cara kerja pada praktikum ini antara lain yaitu :
1. Kedalaman
Kedalaman perairan (kolam) diukur dengan sechi disk dengan mencelupkan sechi disk yang telah diikat dengan tali yang  berada tepat diatas permukaan air.
2. Suhu
Pengukuran suhu air dilakukan dengan thermometer.
3. Penetrasi cahaya / kecerahan
Dilakukan dengan cara mencelupkan secchi disk sampai batu warna hitam putih tidak kelihatan lagi dan dilihat berapa kedalaman penetrasi cahaya pada skala dan dicatat hasilnya.
4. Substrat dasar
Substrat dasar kolam diambil dan diamati apa substratnya.

5. Pengukuran oksigen terlarut
Diambil sampel 100 ml, tambahkan 7 – 10 tetes indicator amilum lalu ditetrasi dengan larutan Na2 S2 O3 0,01 N sampai tetap jernih. Hitung kadar O2  dengan rumus.
            Kadar O2 terlarut =  x p x q x 8 ml/l
            Dimana = P  : jumlah ml Na2 S2 O3 yang terpakai
                             Q : Normalitas larutan Na2 S2 O3
                                             8  : Bobot setara O2
6. Pengukuran karbondioksida terlarut
Diambil sampel air 100 ml tambahkan indicator pp lalu tetrasi dengan larutan Na2 CO3 0,01 N sampel berwarna merah jambu jumlah Na2 CO3  yang terpakai dicatat dan dihitung kadar CO2 terlarut dengan rumus.
Kadar CO3 terlarut =  x p x q x 22 m/l
Dimana = P  : jumlah ml Na2 CO3 yang terpakai
                             Q : Normalitas larutan Na2 CO3
                            22 : Bobot setara CO2 
7. Pengukuran alkalinitas
Ambil 100 ml air sampel, tambahkan 10 tetes metal orange dihomogenkan kemudian ditetrasi dengan H2 SO4 0,01 N sampai larutan berwarna merah bata. Hitung alkalinitas dengan rumus.
Kadar sanilitas  =  x p x q  ml/l
Dimana = P  : jumlah ml H2 SO4 yang terpakai
                             Q : Normalitas larutan H2 SO4
8.   Identifikasi bentos
Memakai plankton net, identifikasi biota yang tertangkap jarring dengan     menggunakan lup.


BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS
4.1 Hasil Pengamatan
Dari hasil perairan tergenang pada air kolam buatan jakabaring di dapatkan suhu sebesar 32°C, sedangkan kecerahan 3,35 cm, kedalaman 335 m, serta pH sebesar 4,0 dan substratnya adalah lumpur.
Grafik hasil praktikum
1.     Suhu air
2.     Kedalaman
3.     pH
4.     Kecerahan

4.2 Analisis
Analisis dari hasil yang diperoleh dari praktikum perairan  tergenang yang dilakukan menunjukkan bahwa Kolam buatan Jakabaring memiliki  pH  4,0 yang berada dipinggir sungai.  Warna perairan secara visual adalah kebiruan dan tipe substratnya adalah lumpur. Selain itu   memiliki suhu 32° C. Perbedaan suhu tidak terlalu jauh karena kedalamannya relatif dangkal. Berdasarkan pengamatan menggunakan secchi disk, kecerahan air sungai 3,35 cm ditengah dan termasuk perairan kecerahan kurang baik. Kedalaman Sungai 3,35 m yang berada ditengah. Sedangkan pada identifikasi plankton / bentos pada penangkapan dengan menggunakan jarring yang dimodifikasi menjadi plankton net, tidak dilakukan pada praktikum ini karena alatnya dan bentos yang berada dalam kolam ini kurang tersedia.  
Menurut Krebs (1978) Faktor fisika kimia yaitu faktor yang menentukan distribusi dari biota air adalah sifat fisika-kimia perairan. Organisme yang dapat disesuaikan dengan kondisi sifat fisika-kimia yang akan mampu hidup. Penyebaran jenis dan hewan akkuatik ditentukan oleh kualitas lingkungan yang ada seperti sifat fisika, kimia, biologisnya menambahkan bahwa kehidupan biota perairan dipengaruhi oleh volume air mengalir, kecepatan arus, temperatur, pH dan konsentrasi oksigen terlarut.
Perairan pada kolam buatan Jakabaring termasuk kedalam perairan lentik, karena tidak mengalir. Data pengamatan terlihat bahwa suhu bergantung terhadap intentitas cahaya. Karena semakin besar intentitas berarti semakin besar pula suhunya. Sedang intentitas cahaya bergantung pada kedalaman yaitu semakin dalam maka itentitas cahaya semakin rendah karena cahaya matahari tidak dapat masuk ke dalam perairan. Kercerahan juga berperngaruh terhadap kedalaman semakin dalam suatu perairan maka tingkat kecerahan semakin rendah, hal ini dikarenakan cahaya matahari sulit tertembus pada dasar perairan. Konduktivitasdi pengaruhi oleh kecerahan yaitu semakin besar nilai konduktivitas maka semakin tinggi pula tingkat kecerahan.
Ekosistem perairan merupakan ekosistem yang selalu mengalami perubahan kualitas dankuantitas akibat pengaruh variasi abiotik tersebut. Oleh karena itu, organisme perairan harus dapat beradaptasi dalam mencari nutrisi dan menjalankan kelangsungan hidup dengan menggunakan gas-gas yang terlarut pada perairan tersebut. Pengaruh variasi abiotik ini juga sebagai penunjang lingkungan secara keseluruhan yang memungkinkan adanya perubahan produktivitas biologis. Dengan adanya praktikum ini, kita dapat menentukan kualitas fisikadan kimia suatu perairan sehingga dapat menambah wawasan tentang variasi faktor abiotik yang sesuai dengan kelangsungan kehidupan organisme perairan sehingga kita dapat mengaplikasikan hal tersebut di bidang perikanan dan konsevasi alam.
Pada praktikum yang kami lakukan didapatkan suhu 32°c. Pengukuran suhu akan berbeda dengan factor waktu yang mempengaruhinya. Suhu merupakan factor dalam kehidupan flora dan fauna akuatis. Suhu air mempunyai pengaruh yang universal dan sangat berperan dalam kehidupan organisme. Temperature suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman dari badan air. Peningkatan temperatur akan diikuti dengan menurunnya kadar oksigen terlarut di perairan, Suhu adalah salah satu faktor yang penting dalam suatu perairan untuk mengukur temperatur lingkungan tersebut.
pH yang dapatkan adalah 4,0 Menurut Effendi (2003) Derajat keasaman berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan hewan dan tumbuhan air serta mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Nilai pH dapat dipengaruhi anatara lain buangan industri dan rumah tangga. Derajat krasaman (pH) berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas, semakin tinggi pH, semakin tinggi alkalinitas dan semakin rendah kadar kandungan dioksida bebas. pH merupakan tingkat derajat keasaman yang dimiliki setiap unsur, pH juga berpengaruh terhadap setiap organisme, karena setiap organisme atau individu memiliki ketentuan pada derajat keasaman (pH) berapa mereka dapat hidup (Mahidda, 1984).
Kecerahan air yang kami lakukan termasuk pada kecerahan kurang baik yaitu 3,35 cm. Kecerahan adalah besarnya intensitas cahaya di dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan tersuspensi seperti lumpur, pasir, bahan organik dan mikroorganisme termasuk plankton. Semakin tinggi tingkat kecerahan suatu perairan, maka semakin tinggi pula kecerahan yang masuk ke dalam air, sehingga lapisan air yang produktif akan menjadi lebih stabil (Kembarawati, 2000).
Kedalaman air yang kami dapatkan adalah 3,35 m yang berada ditengah sungai, karena sungai yang kami amati dbagian hilir yang masih dangkal. Menurut Odum (1988) Pada sungai dapat dijumpai tingkat yang lebih tua dari hulu ke hilir, perubahan lebih terlihat pada bagian atas aliran air, dan komposisi kimia berubah dengan cepat. Dan komposisi komunitas berubah sewajarnya yang lebih jelas pada kilometer pertama dibanding lima puluh (50) kilometer terakhir. Kedalaman juga dipengaruhi oleh zona yaitu zona hulu, zona hilir dan zona tengah.
Interaksi antara komponen abiotik dengan biotic. Tingkat kedalaman perairan mempengaruhi jumlah organisme di dalamnya. Organisme masih terdapat dalam jumlah melimpah pada permukaan perairan dan kolam perairan. Jumlah intensitas cahaya yang menembus permukaan perairan dan kolam, mempengaruhi kelimpahan organisme terutama yang dapat melakukan proses fotosisntesis. Pada kedalaman dasar, maka dapat dioastikan jumlah organisme yang melimpah adalah organisme yang tidak dapat melakukan proses fotosisntesis, seperti bentos. Kecerahan air dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya kepadatan tersuspensi dan waktu pengamatan. Semakin tinggi jumlah padatan yang tersuspensi maka tingkat kecerahan semakin rendah yang menyebabkan sedikitnya cahaya matahari yang masuk ke perairan sehingga jumlah organismeyang terbatas pada jenis zooplankton.Waktu pengamatan juga mempengaruhi kelimpahan plankton. Ketika suhuh tinggi, plankton akan begerak mencari tempat yang lebih optimal untuk proses pertumbuhannya. Adanya keterkaitan yang kompleks, perubahan lingkungan yang terjadi dalam komunitas akan menyebabkan perubahan satu atau lebih populasi yang ada di dalamnya. Hal ini memungkinkan terjadinya pergantian populasi oleh kelompok organisme lain yang dapat dibedakan sebagai sebuah komunitas lain yang baru. Sehingga organisme suatu populasi dapat menjadi indicator bagi perubahan lingkungan (Ravera, 1978).
Interaksi antara komponen biotik penyusun ekosistem perairan Pada daerah sekitar banyak terdapat pepohonan. Daun-daunan yang terjatuh ke perairan akan tenggelam ke dasar dan selanjutnya akan mengalami pembusukan. Penguraian tersebut akan menghasilkan nutrisi sebagai sumber unsur hara yang akan dimanfaatkan oleh organisme perairan lainnya, seperti bentos dan fitoplankton sebagai produsen primer merupakan sumber makanan bagi zooplankton. Selanjutnya zooplankton merupakan makanan bagi organisme pada tingkat trofik yang lebih tinggi, seperti nekton. Interaksi komponen biotic yang terdapat di Situ Gede merupakan tipe grassing food chain, yaitu perpindahan energi makanan terjadi dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme (tumbuhan – herbivore – karnivora ) (Odum 1993).
Menurut Efendi (2003) Hubungan faktor biotik dan abiotik perairan, biotik merupakan organisme yang hidup pada suatu ekosistem tertentu yang hidupnya bergantung pada kondisi alam sekitarnya atau lingkungannya. Sedangkan, abiotik merupakan lingkungan tempat tinggal organisme yang meliputi semua benda mati yang ada. Kedua faktor diatas saling mempengaruhi karena antara faktor mengalami interaksi dalam perjalanan waktu. Faktor abiotik menyediakan wadah hidup serta unsur hara dalam tanah maupun air yang digunakan oleh tumbuhan hijau, tumbuhan air untuk bahan baku proses fotosintesis. Proses rantai makanan terjadi dari jatuhnya daun kering ke permukaan air kemudian daun terurai oleh detritus menjadi bahan non-organik (Nitrogen dan Fosfor).

BAB V
KESIMPULAN
Perairan pada Kolam buatan Jakabaring  termasuk kedalam perairan lentik , karena tidak mengalir. Parameter fisika yang diukur meliputi suhu, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus dan konduktivitas. Sedangkan parameter kimia yang digunakan yaitu pH yang diukur dengan menggunakan pH meter. Suhu yang didapatkan dengan pengukuran menggunakan thermometer sebesar 32°C, kedalaman yang diukur dengan menggunakan sechi disk didapatkan sebesar 3,35 m, kecerahan 3,35 cm. Hal-hal yang mempengaruhi ekosistem perairan adalah faktor fisika dan kimia, faktor kimia dan faktor fisikaakan mempengaruhi jumlah, komposisi, keanekaragaman jenis, produktivitas dan keadaan fisiologis organisme di suatu perairan.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi. 2003. Pengaruh factor biotic-abiotik organism sungai. Online. http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/2074023-pengukuran-parameter-kualitas-dengan-bentos. Diakses 10 April 2012.

Irwan. 1992. Ekosistem Perairan. Online. http://rainadpa.blogspot.com/2010/01/pola-longitudinal-ekosistem-sungai.html. Diakses 10 April 2012.

Kembarawati. 2000. Penentuan Faktor Biotik-abiotik lingkungan perairan. Online. http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2149486-ekosistem-faktor-biotik-dan-faktor. Diakses 10 April 2012.

Purba, Michael. “Sains Kimia” .1994.Erlangga. Jakarta

Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. 4rd ed. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Suwigyo, Sugiarti. Widigdo, Bambang. Wardiatno, Yusli. dan Krisanti, Majariana. 2005      Avertebrata Air. 1st ed. Penebar Swadaya. Jakarta



                                                                              








2 komentar: