Kamis, 13 Desember 2012

PHT


LANGKAH-LANGKAH OPERASIONAL
PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)

Latar Belakang dan Pengertian Pengendalian Hama Terpadu
Dalam proses budi daya pertanian tidak terlepas dari apa yang namanya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), kerugian akibat serangan hama bisa mencapai 37%, penyakit 35%, gulma 29%, dan bahkan akibat yang di timbulkan oleh serangan hama tikus bisa menyebabkan gagal panen (puso). Pengendalian OPT bertujuan untuk mempertahankan produksi pertanian agar produksi tetap optimal, pengendalian hama adalah usaha –usaha manusia untuk menekan populasi hama sampai dibawah ambang batas yang merugikan secara ekonomi. Pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu memilih suatu cara atau menggabungkan beberapa cara pengendalian, sehingga tidak merugikan secara ekonomis, biologi dan ekologi. Dengan tingkat kesadaran yang tinggi tentang lingkungan yang sehat dan pertanian yang berkelanjutan diperlukan cara pengendalian yang tepat.
Banyak ahli memberikan batasan tentang PHT secara beragam, tetapi pada dasarnya mengandung prinsip yang sama.   Smith (1978) menyatakan PHT adalah pendekatan ekologi yang bersifat multi displin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beraneka ragam teknik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan kordinasi pengelolaan.  Bottrell (1979) menekankan bahwa PHT adalah pemilihan secara cerdik dari penggunaan tindakan pengendalian hama, yang dapat menjamin hasil yang menguntungkan dilihat dari segi ekonomi, ekologi dan sosiologi. Sedangkan Kenmore (1989) memberikan definisi singkat PHT sebagai perpaduan yang terbaik. Yang dimaksud perpaduan terbaik ialah menggunakan berbagai metode pengendalian hama secara kompatibel. Sehingga melalui penerapan PHT, diharapkan kerusakan yang ditimbulkan hama tidak merugikan secara ekonomi, sekaligus menghindari kerugian bagi manusia, binatang, tanaman dan lingkungan.
Dilihat dari segi operasional pengendalian hama dengan PHT dapat kita artikan sebagai pengendalian hama yang memadukan semua teknik atau metode pengendalian hama sedemikian rupa, sehingga populasi hama dapat tetap berada di bawah aras kerusakan.
Pengendalian hama terpadu didefinisikan sebagai cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan berkelanjutan. Dengan pengertian ini, konsepsi PHT telah sejalan dengan paradigma pembangunan agribisnis. Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional yang menekankan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida dalam kerangka penerapan PHT secara konvensional ini menimbulkan dampak negatif yang merugikan baik ekonomi, kesehatan, maupun lingkungan sebagai akibat penggunaan yang tidak tepat dan berlebihan. Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu (Integreted Pest Management) merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi. Salah satu pertimbangan dasar,  pentingnya melakukan introduksi teknologi PHT, adalah adanya pergeseran strategi pembangunan dari pendekatan pertumbuhan, top down, dan bersifat jangka pendek (pola pembangunan konvensional) ke arah pendekatan pembangunan pemerataan, partisipatif, jangka panjang dan berkelanjutan yang disebut pola pembangunan berkelanjutan (Salim, 1991).
            Sifat dasar pengendalian hama terpadu berbeda dengan pengendalian hama secara konvensional yang saat ini masih banyak dipraktekkan. Dalam PHT, tujuan utama bukanlah pemusnahan, pembasmian atau pemberantasan hama. Melainkan berupa pengendalian populasi hama agar tetap berada di bawah aras yang tidak mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Strategi PHT bukanlah eradikasi, melainkan  pembatasan (containment). Program PHT mengakui bahwa ada suatu jenjang toleransi manusia terhadap populasi hama, atau terhadap kerusakan yang disebabkan oleh hama. Dalam keadaan tertentu, adanya invidu serangga atau binatang kemungkinan berguna bagi manusia. Pandangan yang menyatakan bahwa setiap individu yang ada di lapangan  harus diberantas,  tidak sesuai dengan prinsip PHT. Pengendalian hama dengan PHT disebut pengendalian secara multilateral, yaitu menggunakan semua metode atau teknik pengendalian yang dikenal. PHT tidak bergantung pada satu cara pengendalian tertentu, seperti memfokuskan penggunaan pestisida saja, atau penanaman varietas tahan hama saja. Melainkan semua teknik pengendalian sedapat mungkin dikombinasikan secara terpadu, dalam suatu sistem kesatuan pengelolaan. Disamping sifat dasar yang telah dikemukakan, PHT harus dapat dipertanggung jawabkan secara ekologi. Dan penerapannya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan yang merugikan bagi mahluk berguna, hewan, dan manusia, baik sekarang  maupun pada masa yang akan datang (Anonim, 2010).
Menurut Marmaini (2008) Langkah-langkah operasional yang ditempuh dalam pengendalian hama terpadu yang meliputi analisa masalah OPT, pemilihan taktik pengendalian OPT, pelaksanaan pengendalian dan evaluasi, serta program pengendalian jangka panjang dan sasaran kegiatan progam pengendalian OPT.

1.    Analisa masalah hama
Dalam langkah analisa  masalah ini, jelaslah hama bukanlah hanya merupakan mahluk hidup yang berkembang secara sendiri-sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan factor-faktor lain, baik lingkungan abiotik maupun lingkungan abiotis. Oleh karena itu dipakailah pendekatan secara “terpadu” yaitu semua sub system yang saling berinteraksi didalam ekosistem atau agroekosistem tersebut. Dalam menganalisa masalah hama tersebut, tetap harus ditentukan “ambang ekonomi”, “ambang toleransi”, sampai kedua “ambang kerugian ekonomi”. Dengan demikian dapat ditentukan sikap atau jenis “tindakan” yang akan diambil atau dilakukan dalam pengendaliannya secara tepat guna, berhasil dan bermanfaat guna.

2.    Pemilihan cara atau metode serta strategi pengendalian hama
Apabila populasi hama telah melampaui keseimbangan dan ambang kerugian ekonomi, maka ada bermacam-macam cara yang dapat dilakukan tindakan baik secara tersendiri maupun secara terpadu. Tindakan itu pada prinsipnya untuk membuat keseimbangan lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan hama tersebut tetapi baik bagi pertumbuhan yang biasa diusahakan, termasuk juga lingkungan manusia itu sendiri.
Dalam hal ini perlu dipakai prinsip “pengelolaan hama” dari pada “pemberantasan hama”. Pengelolaan dan pengendalian hama umumnya haruslah dengan pendekatan terhadap hama itu dengan memperhatikan aspek ekologinya yang mungkin dapat menghasilkan kesimpulan bahwa “dengan satu cara pengendalian saja sudah dapat dicapai hasil yang lebih baik apabila lebih dari satu cara akan memberikan hasil yang jauh lebih baik lagi”.
a.    Taktik PHT
Menurut Chairudin (2011), Adapun beberapa taktik dasar PHT antara lain :
a)      Memanfaatkan pengendalian hayati yang asli ditempat tersebut (indigenous),
b)      Mengoptimalkan pengelolaan lingkungan melalui penerapan kultur teknik yang baik,
c)      Penggunaan pestisida yang selektif sebagai alternatif pengendalian terakhir.
Taktik penerapan PHT suatu cara penerapan pengendalian OPT agar memenuhi asas ekologi yaitu tidak berdampak negatif pada agroekosistem dan azas ekonomi yaitu menguntungkan dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Taktik-taktik tersebut yaitu :
a.    Pemanfatan proses pengendali alami dengan mengurangi tindakan-tindakan yang merugikan atau mematikan perkembangan musuh alami.
b.    Pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam yang bertujuan agar lingkungan tanaman kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangbiakan atau pertumbuhan OPT serta mendorong berfungsinya agen pengendali alami/hayati.
c. Pengendalian fisik dan mekanis untuk menekan/mengurangi populasi OPT/kerusakan, mengganggu aktivitas fisiologis OPT yang normal, dan mengubah lingkungan fisik menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan OPT.
d. Penggunaan pestisida secara selektif untuk mengembalikan populasi OPT pada aras keseimbangannya. Selektivitas pestisida berdasarkan pada sifat fisiologis, ekologis dan cara aplikasi. Keputusan tentang penggunaan pestisida dilakukan setelah dilakukan analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan dan ketetapan ambang ekonomi/pengendalian. Pestisida yang digunakan harus yang efektif, terdaftar dan diizinkan.
e.   Prinsip Penerapan
Ada 4 (empat) prinsip penerapan PHT, yaitu :
(1) Budidaya tanaman sehat merupakan prinsip penting penerapan PHT dengan menggunakan praket teknologi produksi dan praktek agronomis, untuk mewujudkan tanaman sehat.
(2) Pelestarian dan pendayagunaan musuh alami melalui pengelolaan dan pelestarian faktor biotik (pengendali alami) dan abiotik (iklim dan cuaca) agar mampu berperan secara maksimal dalam pengendalian populasi dan penekanan tingkat serangan OPT.
(3) Pengamatan mingguan secara teratur, yaitu pemantauan hasil interaksi faktor biotik dan abiotik dan menimbulkan serangan OPT. Kegiatan pemantauan merupakan kegiatan penting yang mendasari pengambilan keputusan pengendalian.
(4) Petani berkemampuan melaksanakan dan ahli PHT, Petani sebagai ahli PHT merupakan tujuan penerapan agar petani memiliki kemampuan dan kemauan untuk menetapkan tindakan pengendalian sesuai prinsip PHT dan berdasarkan hasil pengamatan. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petani adalah latihan dan pemberdayaan petani.
b.        Sasaran dan Strategi Pengembangan PHT
Menurut Smith dan Apple (1978), dalam Lissa (2012) langkah-langkah pokok yang perlu dikerjakan dalam pengembangan PHT adalah:
Ø  Mengenal status hama yang dikelola, Pengenalannya meliputi perilaku hama, dinamika perkembangan populasi, tingkat kesukaan makanan, dan tingkat kerusakan yang diakibatkannya. Dalam suatu agroekosistem, kelompok hama dikategorikan atas hama utama, hama minor, hama potensil, hama migran, dan bukan hama.
Ø  Mempelajari komponen saling ketergantungan dalam ekosistem. Salah satu komponen ekosistem yang perlu ditelaah dan dipelajari adalah yang mempengaruhi dinamika perkembangan populasi hama-hama utama. Contohnya adalah menginventarisir musuh-musuh alami, sekaligus mengetahui potensi musuh alami sebagai pengendali alami. Interaksi berbagai komponen biotik dan abiotik, dinamika populasi hama dan musuh alami, studi fenologi tanaman dan hama, studi sebaran hama merupakan komponen yang sangat diperlukan dalam menetapkan strategi pengendalian hama yang tepat.
Ø  Penetapan dan pengembangan Ambang Ekonomi. Ambang ekonomi atau ambang pengendalian merupakan ketetapan tentang pengambilan keputusan, kapan harus dilaksanakan penggunaan pestisida sebagi alternatif terakhir pengendalian. Untuk menetapkan ambang ekonomi dibutuhkan banyak informasi data biologi, ekologi serta ekonomi. Penetapan kerusakan / kerugian produksi dan hubungannya dengan populasi hama, analisis biaya dan manfaat penggendalian merupakan bagian yang penting dalam penetapkan ambang ekonomi.
Ø  Pengembangan sistem pengamatan dan monitoring hama. Pengamatan atau monitoring hama secara rutin dan terorganisasi dengan baik diperlukan untuk mengetahui kepadatan populasi hama pada suatu waktu dan tempat. Metode pengambilan sampel di lapang dilakukan secara benar agar data yang diperoleh dapat dipercaya secara statistik. Disamping itu jaringan dan organisasi monitoring juga perlu dikembangkan agar dapat menjamin ketepatan dan kecepatan arus informasi dari lapangan ke pihak pengambil keputusan pengendalian hama.
Ø  Pengembangan model diskriptif dan peramalan hama. Pengetahuan akan gejolak populasi hama dan hubungannya dengan komponen-komponen ekosistem mendorong perlu dikembangkannya model kuantitatif yang dinamis. Dimana model tersebut menggambarkan gejolak populasi dan kerusakan yang ditimbulkan pada waktu yang akan datang. Sehingga, dinamika populasi hama dapat diperkirakan sekaligus dapat memberikan pertimbangan bagaimana penanganan pengendalian agar tidak sampai terjadi ledakan populasi yang merugikan secara ekonomi.
Ø  Pengembangan strategi pengelolaan hama. Strategi dasar PHT adalah menggunakan taktik pengendalian ganda dalam suatu kesatuan sistem yang terkoordinasi. Strategi PHT mengusahakan agar populasi atau kerusakan yang ditimbulkan hama tetap berada dibawah ambang ekonomi. Srategi pengelolaan hama berdasarkan PHT, menempatkan pestisida sebagai alternatif terakhir.
Ø  Penyuluhan kepada petani agar menerima dan menerapkan PHT. Petani sebagai pelaksana utama pengendalaian hama, perlu menyadari dan mengerti tentang cara PHT dan penerapannya di lapangan.
Ø  Pengembangan organisasi PHT. Sistem PHT mengharuskan adanya suatu organisasi yang efisien dan efektif, yang dapat bekerja secara cepat dan tepat dalam menanggapi setiap perubahan yang terjadi pada agroekosistem. Organisasi PHT tersusun oleh komponen monitoring, pengambil keputusan, program tindakan, dan penyuluhan pada petani. Organisasi tersebut merupakan suatu organisasi yang mampu menyelesaikan permasalahan hama secara mandiri.

3.    Pelaksanaan pengendalian hama dan evaluasinya
Pelaksanaan atau operasional pengendalian ini akan memerlukan alat/logistic, baik persiapan maupun waktu yang baik dan tepat. Pengalaman dan pengamatan yang pernah dilakukan sangat penting artinya dalam membantu persiapan pelaksaannya. Hasil monitoring hama diikuti dengan analisa dan evaluasi dari seluruh pelaksanaannya, yang meliputi analisa ungtung rugi, dan dampak lingkungan yang harus dikaji serta dikerjakan secara berkala atau periodik, masing-masing harus dikaji dan dibahas.
Jika diperlukan untuk menggantikan taktik pengendalian, segera saja dilakukan agar tidak terlambat. Karena masalah yang dikerjakan secara terburu-buru akan menjadi masalah yang besar dan sulit diatasi, serta akan berakibat jauh dalam program pengendalian jangka panjang. Evaluasi dan monitoring merupakan suatu umpan balik (feed back) kepada langkah 1, untuk dapat menganalisa masalahnya kembali secara lebih detail.

4.    Program pengendalian hama jangka panjang
Langkah ini merupakan langkah yang perlu dirintis dan dikembangkan baik keadaan maupun aktivitasnya untuk menuju kepada pengelolaan ekosistem. Oleh karena itu dalam perencanaan, penelitian, latihan pendidikan, bagi semua pihak yang terkait, kerjasama secara terpadu sangat besar artinya untuk keberhasilan pengelolaan hama dengan baik.
Pengendalian hama dapat dilakukan dengan :
a.    Single approach, artinya cukup dengan satu teknik pengendalian saja.
b.    Integrated approach, artinya memakai lebih dari satu teknik pengendalian secara bersama.
Kesamaannya itu bertujuan untuk mempertahankan taraf produksi yang cukup tinggi dan mantap, mempertahankan kelestarian hidup, menyelamatkan produsen dan konsumen serta terjangkau oleh masyarakat.

5.    Sasaran kegiatan program pengendalian hama
Agar berhasil, sasaran yang harus diketahui oleh seorang ahli PHT adalah :
a.    Menganalisa semua masalahnya lebih dulu secara mendalam dengan cara seksama.
b.    Mengetahui semua masalahnya lebih dulu  sebelum lama hama itu timbul artinya apa sebab musababnya maka ia timbul.
c.    Mengetahui dan mempunyai jawaban-jawaban untuk setiap masalah-masalah hama tersebut.
d.   Berani dan mampu bertindak dengan cepat, setelah duduk masalahnya satu persatu secara tuntas, terutama jika saatnya sudah tiba dan jangan ditunda-tunda waktunya.
Oleh karena itu kita harus juga mempunyai tiga sasaran kegiatan yaitu :
a.    Sasaran atau kegiatan rutin/regular, yaitu pelaksanaan kegiatan tugas-tugas rutin dan regular setiap hari.
b.    Sasaran atau kegiatan pemecahan  masalah
c.    Sasaran atau kegiatan untuk inovatif yaitu usaha untuk mengembangkan hal-hal yang baru.
Sasaran rutin ialah sasaran yang terus menerus berulang-ulang saja, misalnya pelaksanaan kultur teknis yang baik dan usaha pencegahan. Sasaran pemecahan masalah adalah sasaran untuk mengembalikan keadaan menjadi normal kembali. Sasaran inovatif adalah sasaran yang memerlukan kreasi dan kreatif untuk merubah teknik pengendalian yang berbeda  dari sebelumnya.

Menurut Direktorat Perlindungan Hortikultura, Sasaran penerapan PHT adalah :
(1) Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap berada pada aras yang secara ekonomis tidak merugikan,
(2) Produktivitas pertanian mantap pada taraf tinggi,
(3) Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, dan
(4) Resiko kesehatan dan pencemaran lingkungan ditekan.
Strategi yang diterapkan dalam melaksakan PHT adalah memadukan semua teknik pengendalian OPT dan melaksanakannya dengan taktik yang memenuhi azas ekologi serta ekonomi. Tiga komponen komponen dasar yang harus dibina, yaitu : Petani, Komoditi hasil pertanian dan wilayah pengembangan dimana kegiatan pertanian berlangsung, disamping pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan produksi serta pendapatan petani, pengembangan komoditi hasil pertanian benar-benar berfungsi sebagai sektor yang menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku industri, sedangkan pembinaan terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang pembangunan wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah (Kusnadi, 1980).
Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan langsung dengan produksi dan permasalahan hasil pertanian maupun yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, selain merupakan uasaha bagi petani, pertanian sudah merupakan bagian dari kehidupannya sehingga tidak hanya aspek ekonomi saja tetapi aspek yang lainya juga merupakan peranan penting dalam tindakan-tindakan petani, dengan demikian dari segi ekonomi pertanian berhasil atau tidaknya produksi dan tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani itu sendiri (Mubyarto, 1986).


DAFTAR PUSTAKA

Chairudin. 2011. Langkah Operasional Pengendalian Penyakit tanaman. Online. http://abimuja.blogspot.com/2011/10/normal-0-false-false-false.html. Diakses 22 Oktober 2012.

Lissa. 2012. Pengendalian HAMA dan PENYAKIT secara TERPADU (PHT). http://lissa-blogku.blogspot.com/2012/02/pengendalian-hama-terpadu-pht.html. Diakses 22 Oktober 2012.

Marmaini. 2008. Pengendian Hama Terpadu. Palembang FMIPA. Universitas PGRI Palembang.
Smith, R.F.1978. Distory and Complexity of Integrated Pest Management. In: Pest Control Strategis. S.H. Smith and D. Pimentel (Ed.). Acad. Press. New York.
Smith, R.F and J.L. Apple. 1978. Principles of Integrated Pest Control. IRRI Mimeograph.




TUGAS PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran dari norma yang ada baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainya. Dalam filsafat pancasila terkandung didalamnya suatu pemikiran pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif (menyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai.  Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek prasis melainkan suatu nilai yan bersifat mendasar.
Nilai-nilai pancasila kemudian dijabarkan dalam suatu norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Norma tersebut meliputi norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk.
Kemudian yang ke dua adalah norma hukum yaitu suatu sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia, pancasila juga merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara dan berasal dari bangsa indonesia sendiri sebagai asal mula (kausa materialis).
Pancasila bukanlah merupakan pedoman yang berlangsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum baik meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada giliranya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.

1.    Pengertian Etika, Politik dan Etika Politik
a.    Etika
Etika merupakan suatu pemikiran kritis yang mendasar  tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.  Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral terentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral. Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi etika khusus yaitu etika yang membahas prinsip dalam berbagai aspek kehidupan manusia sedangkan etika umum yaitu mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Sebenarnya etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsif-prinsif dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. Dapat juga di katakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofi dalam hubungan dengan tingkah laku manusia (Suseno, 1987).
b.   Politik
Pengertian ‘politik’ berasal dari kata ‘politics’. Yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. ‘Pengambilan keputusan’ atau decisionmaking mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu.
Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum atau public policies. Yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari sumber-sumber yang ada. Untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu, diperlukan suatu kekuasaan (power), kewenangan (authority). Berdasarkan pengertian-pengertian politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (state). Kekuasaan (power). Pengambilan keputusan (decisionmaking). Kebijaksanaan (policy). Pembagian (distribution). Serta alokasi (allocation) (Budiardjo 1981).
c. Etika Politik
Etika Politik merupakan Filsafat teoretis yang membahas tentang makna hakiki segala sesuatu antara lain: manusia, alam, benda fisik, pengetahuan bahkan tentang hakikat yang transenden. Dalam hubungan ini filsafat teoritis pada akhirnya sebagai sumber pengembangan ha1-hal yang bersifat praksis termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Filsafat praksis sebagai bidang kedua yang membahas dan mempertanyakan aspek praksis dalam kehidupan manusia yaitu etika yang mempertanyakan dan membahas tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam hubungannya dengan sesame manusia, ma­syarakat, bangsa dan negara lingkungan alam serta terhadap Tuhannya (Suseno, 1987).
2. Prinsip Dasar Etika Politik
a.    Pluralisme
 Dengan pluralism dimaksud kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya dan adat.
Mengimplikasikan pengakuan terhadap kebabasan beragama, berfikir, mencari informasi dan toleransi. Memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan kelompok orang. Terungkap dalam Ketuhanan Yang Maha Esa yang menyatakan bahwa di Indonesia tidak ada orang yang boleh didiskriminasikan karna keyakinan religiusnya. Sikap ini adalah bukti keberadaban dan kematangan karakter kolektif bangsa.
b.    HAM
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti kemanusiaan yang adil dan beradab, karena hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakuakan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dimana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi dan sebaliknya diancam oleh Negara modern
Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, meliankan karena ia manusia, jadi dari tangan pencipta. Kemanusiaan yang adil dan beradab juga menolak kekerasan dan eklusivisme suku dan ras.
c.    Solidaritas Bangsa
Solidaritasd mengatakan bahwa kita tidak hanya hidup untuk diri sendiri melaikan juga demi orang lain. Solidaritas dilanggar kasar oleh korupsi. Korupsi bak  kanker  yang mengerogoti kejujuran, tanggung jawab, sikap obyektif, dan kompetensi orang/kelompok orang yang korupsi.
d.    Demokrasi
 Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tidak ada manusia atau sebuah elit, untuk menentukan dan memaksakan bagaimana orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana tujuan mereka dipimpin.
Demokrasi adalah kedaulatan rakyat dan keterwakilan. Jadi demokrasi memerlukan sebuah sistem penerjemah kehendak rakyat kedalam tindakan politik. Dasar-dasar demokrasi. Kekuasaan dijalankan atas dasar ketaatan terhadap hokum. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM.
e.    Keadilan Sosial
 Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat, Keadilan sosial mencegah dari perpecahan Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideolodis, sebagai pelaksana ide-ide, agama-agama tertentu. Keadilan adalah yang terlaksan Keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidak adilan dalam masyarakat.
3. Dimensi Etika Politik Manusia
a. Manusia Sebagai Makhluk Individu-Sosial
Berbagai paham antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia, dari kacamata yang berbeda-beda. Paham individualismeyang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas, Konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat, bangsa, maupun negara dasar ontologis ini merupakan dasar moral politik negara. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan da tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Sebaliknya kalangan kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme mamandang sifat manusia sebagi manusia sosial saja. Individu menurut paham kolekvitisme dipandang sekedar sebagai sarana bagi amasyarakat. Oleh karena itu konsekuensinya segala aspek dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara paham kolektivisme mendasarkan kepada sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial.
b. Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Dimensin politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.Dimensi ini memiliki dua segi fundamental yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia, sehingga mausia mengerti dan memahami akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tindakanya, akan tetapi hal ini dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap manusia lain dan masyarakat. Apabila pada tindakan moralitas kehidupan manusia tidak dapat dipenuhi oleh manusia dalam menghadapai hak orang lain dalam masyarakat, maka harus dilakukan suatu pembatasan secara normatif.
4.        Pengertian Nilai, Moral dan Norma
Pada umumnya di masyarakat istilah nilai, moral, norma, bahkan etika, dan akhlaq,  dianggap memiliki pengertian yang sama dan jarang sekali untuk dibedakan dengan jelas. Tidak tertutup kemungkinan ada kesamaan makna yang disesuaikan dengan keadaan tertentu. Namun, untuk lebih jelasnya perbedaan pengertian atas lima istilah di atas, berikut ini akan diuraikan satu persatu.
1.    Nilai adalah gagasan atau konsep yang memiliki kualitas, sehingga  menjadikan  hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, bermuatan motivasi, dalam mencapai tujuan kehidupannya.
2.    Moral adalah pandangan tentang baik buruk dan benar salah suatu perilaku atau perbuatan yang ditampilkan seseorang.
3.    Norma adalah suatu ukuran, garis pengarah, atau aturan, kaidah bagi pertimbangan dan penilaian.
5.        Nilai-nilai Fundamental Yang Terkandung di dalam Pancasila
Pancasila yang ditetapkan oleh para pendiri negara memuat nilai-nilai luhur dan mendalam, yang menjadi pandangan hidup dan dan dasar negara. Nilai-nilai Pancasila secara bertahap harus benar-benar diwujudkan dalam perilaku kehidupan negara dan masyarakat.
Di dalam tatanan nilai kehidupan bernegara, ada yang disebut sebagai nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis.
1.      Nilai dasar adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang kurang lebih mutlak. Nilai dasar berasal dari nilai-nilai kultural atau budaya yang berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri, yaitu yang berakar dari kebudayaan, sesuai dengan UUD 1945 yang mencerminkan hakikat nilai kultural.
2.      Nilai instrumental adalah pelaksanaan umum nilai-nilai dasar, biasanya dalam wujud norma sosial atau norma hukum, yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam lembaga yang sesuai dengan kebutuhan tempat dan waktu. Nilai instrumental, meskipun lebih rendah daripada nilai dasar, tetapi tidak kalah penting karena nilai ini mewujudkan nilai umum menjadi konkret serta sesuai dengan zaman. Nilai instrumental merupakan tafsir positif terhadap nilai dasar yang umum.
3.      Nilai praksis adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Semangatnya nilai praksis ini seyogyanya sama dengan nilai dasar dan nilai instrumental. Nilai inilah yang sesungguhnya merupakan bahan ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental sungguh-sungguh hidup dalam masyarakat atau tidak.
Hubungan ketiga nilai tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut: nilai dasar yang merupakan nilai objektif, positif, intrinsik, dan transenden itu dikonkretkan menjadi nilai instrumental. Selanjutnya nilai instrumental diimplementasikan lebih lanjut dalam wujud yang lebih konkret dan menjadi nilai praksis. Dengan demikian, nilai instrumental dapat dikatakan sebagai dasar perwujudan suatu praksis.
Dalam kehidupan bangsa yang mengacu kepada Pancasila ada beberapa nilai fundamental yang terkandung di dalamnya seperti; nilai ideal, nilai material, nilai spiritual, nilai pragmatis, nilai positif, nilai logis, nilai etis, nilai estetis, nilai sosial dan nilai religius atau keagamaan. Apabila dari nilai-nilai tersebut dijabarkan ke dalam rumusan yang terkandung dalam Pancasila, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai-nilai religius antara lain:
a)    Keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan sifat-sifatnya Yang Sempurna, yakni Maha Kasih, Maha Kuasa, Maha Adil, Maha Bijaksana, dan sifat suci lain sebagainya.
b)   Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya
c)    Nilai Sila I ini juga meliputi dan menjiwai sila-sila II, III, IV dan V
2.  Dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab terkandung nilai-nilai kemanusiaan antara lain:
a)    Pengakuan terhadap adanya martabat manusia
b)   Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia
c)    Pengertian manusia yang beradab yang memiliki daya cipta, rasa, dan karsa dan keyakinan sehingga jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan.
d)   Nilai sila II meliputi dan menjiwai sila III, IV dan V.
3. Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai persatuan bangsa antara lain:
a)  Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mencakup seluruh wilayah Indonesia
b) Persatuan Indonesia adalah persatuan suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia
c) Pengakuan terhadap ke-“Bhineka Tunggal Ika”-an suku bangsa (berbeda-beda namun satu    jiwa) yang memberikan arah pembinaan kesatuan bangsa
d) Nilai sila III meliputi dan menjiwai sila IV dan V.
4.     Dalam Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarawatan/keadilan terkandung nilai kerakyatan antara lain:
a) Kedaulatan negara adalah ditangan rakyat
b) Pemimpin kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi oleh akal sehat
c) Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama
d) Musyawarah dan mufakat dicapai dalam permusyawaratan wakil-wakil rakyat
e) Nilai sila IV meliputi dan menjiwai sila V
5. Dalam Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan sosial   antara lain:
a)    Perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial atau kemasyarakatan meliputi seluruh rakyat Indonesia
b) Keadilan dalam kehidupan sosial terutama meliputi bidang-bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan pertahanan keamanan nasional
c) Cita-cita masyarakat adil dan makmur secara material dan spiritual yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia
d) Keseimbangan antara hak dan kewajiban dan menghormati hak orang lain
e) Cinta akan kemajuan dan pembangunan
f) Nilai sila V ini diliputi dan dijiwai sila I,II,III dan IV.

6.  Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Badan Penyelidik Usaha-UsahaKemerdekaan Indonesia (BPUPKI) memusyawarahkan dasar negara dan UUD negara. Kemudian oleh pendiri negara Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ditetapkan dan disahkan UUD negara kita pada tanggal 18 agustus 1945 yang didalam pembukaan UUD negara ini termaktub dasa negara (dasar filsafat negara) yang dikenal dengan nama pancasila. Kedudukan pancasila sebagai dasar negara dalam pembukaan UUD 1945 ini bersifat yuridis-konstitusional. Artinya nilai pancasila sebagai norma dasar negara (Grundnorm, kaidah negara yang fundamental) bersifat imperative ; artinya mengikat dan memaksa semua yang ada didalam wilayah kekuasaan hokum negara RI untuk setia melaksanakan, mewariskan, mengmbangkan dan melestarikannya. Siapa yang melestarikannya? Ya semua warga Indonesia dan tak pandang status.
Kedudukan pancasila sebagai dasar negara termaktub secara yuridis-konstutional dalam pembukaan UUD 1945. Bahkan nilai filosofis dan ideologis pancasila ini menjelma didalam batang tubuh (pasal-pasal). Karena itu nilai pancasila UUD 1945 adalah kesatuan tunggal yang organis laksana antara hubungan kesatuan jiwa dan raga. Artinya nilai filosofis-ideologis pancasila dalam pembukaan menjiwai dan melandasi norma-norma yuridis-konstitusional dalam batang tubuh.
Asas ini dapat kita hayati dalam nilai-nilai sebagai berikut :
1.        Nilai-nilai fundamental dalam pembukaan UUD 1945 adalah penjelmaan sila-sila pancasila :
1.        Negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, negara mengatasi segala paham golongan dan paham perseorangan.
2.        Negara hendak mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.        Negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaraktan perwakilan.
4.        Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap.
Oleh karena itu UUD Indonesia mengandung isi yang mewajibkan  pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memlihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dengan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Keseluruhan pokok pikiran dalam pembukaan ini jiwa dan inti nilainya sesungguhnya adalah dasar negara pancasila.
2.    Nilai-nilai pancasila (sila-sila yang menjelma dalam batang tubuh, pasal-pasal) UUD negara terutamatama :
1.    Sila 1 : menjelma dalam pasal 29.
2.    Sila 2 : menjelma dalam pasal 26, 27, 28, 30, 31.
3.    Sila 3 : menjelma dalam pasal 1, 32, 35, 36.
4.    Sila 4 : menjelma dalam pasal 1 ayat (2), 2, 3, 4, 5, 6, 7, 11, 16, 18, 19 20, 31.
5.    Sila 5 : menjelma dalam pasal 27, 33, 34.
Bahkan sebagai wujud system kenegaraan, maka pola dasar tata negara RI berdasarkan pancasila dan UUD 1945.